Allah Subhanahu wa Ta’ala adalah Maha Pencipta segala sesuatu yang Maha Mengetahui. Dia Mengatur segala sesuatu sesuai kehendak-Nya dengan sifat-Nya Yang Maha Bijaksana dan Maha Adil.
Allah menghendaki sesuatu lebih unggul dari yang lain, memiliki keutamaan lebih dibanding yang lain. Semua itu berdasarkan ilmu , hikmah dan keadilan-Nya.
Allah memberikan keutamaan kepada surat Al-Fatihah, al-Ikhlas, al-Falaq dan An -Naas dibanding surat yang lain dalam al-Quran.
Allah melebihkan sebagian Nabi dan Rasul atas Nabi dan Rasul yang lain. Allah memberikan keutamaan kepada hari Jumat atas hari yang lain dalam seminggu.
Demikian pula Allah sebagian bulan atas bulan-bulan bulan yang lain. Allah melebihkan bulan-bulan Haram dibandingkan bulan-bulan yang lain dari 12 bulan yang ada.
Lantas apakah bulan haram itu? Inilah yang akan menjadi tema utama artikel ini.
Apa Itu Bulan Haram?
Yang dimaksud dengan bulan haram adalah bulan-bulan yang Allah menjadikannya sebagai bulan yang diharamkan. Bulan-bulan itu diharamkan karena peperangan baik ghazwah atau sariyah pada bulan-bulan tersebut dihentikan. Namun perang untuk membela diri tidak diharamkan di bulan haram.
Dan yang lebih layak dari hal ini adalah bahwa seluruh maksiat itu diharamkan sepanjang tahun. Hanya saja, kemaksiatan lebih keras keharamannya di bulan-bulan haram. [i]
Bulan-bulan yang diharamkam dalam Islam ada 4 bulan. Tiga bulan pertama adalah bulan yang berurutan yaitu bulan Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan Muharram. Dan yang keempat adalah bulan Rajab yang terletak antara Jumada Tsaniyah dan Sya’ban.
4 Bulan Haram Dalam Islam
Secara ringkas, inilah empat bulan haram dalam Islam:
- Dzulqa’dah,
- Dzulhijjah dan
- Muharram.
- Rajab
Dalil Tentang Bulan Haram
Dalil-dalil yang menunjukkan adanya sebagian bulan yang statusnya adalah bulan haram adalah sebagai berikut:
Dalil Bulan Haram dari Al Qur’an
- Al-Quran Surat At-Taubah: 36
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ ۚ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ
Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.
Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya menerangkan, “Ayat ini menunjukkan bahwa yang diwajibkan dalam menerapkan waktu peribadahan atau lainnya hanya berlandaskan atas hitungan bulan atau tahun yang dikenal oleh bangsa Arab.
Bukan hitungan bulan atau tahun yang dipakai oleh orang non Arab, orang-orang Romawi atau penanggalan orang-orang Mesir kuno. Karena hitungan hari atau bulan yang dimiliki oleh mereka tidak sama dengan hitungan yang dimiliki oleh orang Islam.
Ada yang menghitung per tahun lebih dari dua belas bulan atau kurang. Ada yang menghitung per bulan lebih dari tiga puluh hari atau kurang. Sedangkan perhitungan bulan menurut bangsa Arab hanyalah dua belas bulan setiap tahun dan perhitungan hari dalam sebulan hanya tiga puluh hari, tidak lebih.
Memang bisa saja hitungan bulan itu kurang satu hari (yakni duapuluh sembilan hari), namun yang menetapkan pengurangannya adalah perputaran bulan yang mengitari bumi, bukan ditetapkan oleh bulan itu sendiri (maksudnya bulan ini pasti berjumlah dua puluh sembilan hari dan bulan itu pasti berjumlah 30 hari dan seterusnya).
Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala: مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ “ di antaranya empat bulan haram” . Empat bulan haram yang dimaksud oleh ayat ini adalah Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab (yang terletak antara Jumadil Akhir dan Sya’ban).
Bangsa Arab juga sering menyebut bulan Rajab dengan sebutan Manashshil Al-Asinnah (penanggalan ujung tombak).
Al-Bukhari menyebutkan sebuah riwayat dari Abu Raja’ Al Utharidi (ada yang mengatakan bahwa nama aslinya adalah Imran bin Malharu dan ada juga yang mengatakan bahwa nama aslinya adalatr Imran bin Tamim), ia berkata:
“Dulu kami adalah penyembah batu. Apabila kami menemukan ada batu yang lebih baik daripada batu yang kami sembah, maka batu yang kami sembah itu akan kami buang dan kami ganti dengan batu yang baru itu.
Namun apabila kami tidak dapat menemukan batu untuk disembah, maka kami akan mengumpulkan kerikil-kerikil kecil lalu kami tumpuk hingga menjadi besar.
Setelah itu kami mengambil seekor kambing betina untuk kami perah susunya lantas kami persembahkan kepada batu itu. Selanjutnya kami berthawaf mengitarinya.
Ketika masuk bulan Rajab, yang biasanya kami namakan Manashhshil Al Asinnah, tidak ada tombak dan panah yang ujungnya besi, kecuali kami akan menanggalkannya dan membuangnya.” [ii]
Dalil Bulan Haram dari Hadits
- Hadits Abu Bakrah Nufai’ bin al-Harits radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi ﷺ bersabda,
الزَّمانُ قَدِ اسْتَدارَ كَهَيْئَةِ يَومَ خَلَقَ السَّمَواتِ والأرْضَ، السَّنَةُ اثْنا عَشَرَ شَهْرًا مِنْها أرْبَعَةٌ حُرُمٌ: ثَلاثَةٌ مُتَوالِياتٌ: ذُو القَعْدَةِ، وذُو الحِجَّةِ، والمُحَرَّمُ، ورَجَبُ مُضَرَ، الذي بيْنَ جُمادَى وشَعْبانَ،
[Hadits riwayat Al-Bukhari no. 4406 dan Muslim no. 1679]
Abu Bakrah bin Nufai’ bin Al-Harits radhiyallahu ‘anhu mengisahkan dalam hadits ini bahwa Rasulullah ﷺ berpidato pada hari Idul Adha pada saat haji Wada’. Rasulullah ﷺ mengatakan bahwa masa atau waktu itu dibagi menjadi tahun dan tahun dibagi menjadi beberapa bulan merujuk kepada posisi yang telah Allah pilih dan Allah letakkan pada hari Allah menciptakan langit dan bumi.
Satu tahun ada 12 bulan. Di antaranya ada bulan haram. 3 bulan berurutan. Dzulqa’dah untuk penghentian peperangan. Dzulhijah dan Muharram untuk mengharamkan perang di dalamnya. Kemudian yang terakhir adalah Rajab Mudhar. Disebut Rajab Mudhar karena kabilah Mudhar sangat menjaga keharaman bulan Rajab jauh melebihi seluruh kabilah Arab lain dalam menjaganya.[iii]
Baca juga: Keutamaan Makkah Berdasar Quran dan Hadits
Mengapa Disebut Bulan Haram?
Mungkin saja ada pertanyaan yang melintas di benak kita, mengapa bulan-bulan tersebut dinamakan dengan bulan haram? Apakah ada alasan yang melatarbelakanginya?
Syaikh Abdul Azis bin Abdullah bin Baz rahimahullah pernah ditanya pertanyaan semacam ini.
Beliau menerangkan sebabnya adalah karena Allah mengharamkan perang di antara manusia di bulan-bulan haram. Oleh karenanya disebut dengan حرم hurum jama’ dari حرام haram.
Hal ini sebagaimana firman Allah Jalla wa ‘Ala:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ
Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. [At-Taubah: 36]
يَسْأَلُونَكَ عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ قِتَالٍ فِيهِ ۖ قُلْ قِتَالٌ فِيهِ كَبِيرٌ ۖ
Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: “Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar…[Al-Baqarah: 217]
Hal itu menunjukkan diharamkannya perang di bulan-bulan tersebut. ini merupakan rahmat Allah kepada para hamba-Nya sehingga mereka bisa bepergian di bulan-bulan tersebut, berhaji dan umrah.[iv]
Keutamaan Bulan Haram
Bulan haram itu memiliki sejumlah keutamaan yang tidak ada pada bulan-bulan lainnya. Di antara keutamaan bulan haram adalah sebagai berikut:
- Seluruh amalan haji terjadi di bulan Dzulhijjah.
Allah Ta’ala berfirman,
الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ
(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi… [Al-Baqarah: 197]
Imam Al-Bukhari rahimahullah berkata,
قال ابن عمر: هي شوال، وذو القعدة، وعشر من ذي الحجة
”Ibnu Umar berkata,” bulan-bulan haji adalah Syawal, Dzulqa’dah dan 10 hari dari Dzulhijjah.” [Shahih Al-Bukhari][v]
Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullah berkata, “Allah memilihkan untuk Nabi-Nya ﷺ dalam umrahnya hanyalah di waktu-waktu yang paling utama dan paling berhak untuk dilakukan umrah pada masa tersebut. Maka waktu yang paling utama untuk umrah adalah bulan-bulan haji dan pertengahan dzulqa’dah.
Inilah waktu-waktu yang kita meminta kepada Allah di dalamnya. Maka siapa saja yang memiliki kelebihan ilmu, hendaklah memberikan bimbingan ke sana.” [Jami’ul Fiqhi libnil Qayyim rahimahullah. Tahqiq Syaikh Yusri As-Sayyid Muhammad 3/467]
- Di dalam bulan haram terdapat 10 hari pertama bulan Dzulhijjah yang Allah jadikan sebagai sarana bersumpah dalam kitab-Nya dan Allah memberitahu Nabi ﷺ bahwa 10 hari tersebut merupakan hari-hari yang paling utama dan amalan shalih di dalamnya lebih utama dibanding di hari-hari lainnya.
Imam Al-Bukhari dan At-Tirmidzi meriwayatkan dari hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa Nabi ﷺ bersabda,
مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهِنَّ أَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنْ هَذِهِ الأَيَّامِ الْعَشْرِ”، فَقَالُوا: يَا رَسُولَ اللهِ! وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللهِ، فَقَالَ رَسُولُ صلى الله عليه وسلم: “وَلَا الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللهِ، إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ
”Tidak ada hari-hari dimana amal shalih di dalamnya lebih dicintai Allah daripada (amal shalih yang dilakukan) sepuluh hari ini (sepuluh hari pertama Dzulhijjah, pent).” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, tidak pula jihad di jalan Allah?
Nabi ﷺ menjawab, “Tidak pula jihad di jalan Allah. Kecuali orang yang keluar berjihad dengan jiwa dan hartanya, dan tidak ada satu pun yang kembali (mati syahid dan hartanya dirampas musuh, pen.).”
- Di bulan haram terdapat Yaumun Nahr (Idul Adha), Yaumul Qarr dan hari-hari tasyriq. Hari-hari tersebut adalah hari-hari yang agung di sisi Allah. Ia hari raya umat Islam.
Abu Dawud meriwayatkan dalam sunannya hadits Abdullah bin Qarth bahwa Nabi ﷺ bersabda,
إِنَّ أَعْظَمَ الأَيَّامِ عِنْدَ اللهِ تَعَالى يَوْمُ النَّحْرِ، ثُمَّ يَوْمُ الْقَرِّ
”Sesungguhnya hari-hari yang paling agung di sisi Allah Ta’ala adalah hari Nahar (Idul Adhha) kemudian Yaumul Qarr.”
[Hadits riwayat Abu Dawud no. 1765 dan Al-albani menyatakannya sebagai hadits shahih di dalam Shahih Sunan Abi Dawud 1/331 nomor 1552]
Dr. Amin Abdullah asy-Syaqawi menjelaskan yang dimaksud dengan Yaumul Qarr adalah hari yang ke sebelas di bulan Dzulhijjah.
- Di bulan haram terdapat bulan Allah Al-Muharram.
Imam Muslim (1163) telah meriwayatkan di dalam shahihnya dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi ﷺ bersabda,
أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ رَمَضَانَ شَهْرُ اللهِ الْمُحَرَّمُ
”Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa di Syahrullah Al-Muharram (bulan Allah Muharram).”
- Di bulan haram terdapat hari ‘Asyura’
Nabi ﷺ memberitahukan bahwa puasa di hari ‘Asyura (tanggal 10 Muharram) menghapus dosa (kecil) di tahun sebelumnya. [Shahih Muslim1162]
Pada hari tersebut Allah menyelematkan nabi Musa ‘alaihis salam dan kaumnya dan ditenggelamkan Firaun dan kaumnya.
- Kebaikan pahalanya berlipat sebagaimana keburukan juga berlipat dosanya di bulan haram.
Imam Al-Qurthubi rahimahullah berkata, “Siapa pun yang mekakukan perbuatan dosa pada bulan-bulan ini maka hukumannya akan dilipatgandakan, sebagaimana halnya apabila seseorang melakukan perbuatan baik maka ganjarannya dilipat gandakan
Seseorang yang melakukan ketaatan kepada Allah pada bulan haram dan di negeri haram pula, maka pahalanya tidak sama dengan orang yang melakukan ketaatan pada bulan yang halal (di luar bulan-bulan haram), walaupun ia melakukannya di negeri haram.
Orang yang mentaati Allah pada bulan halal dan di negeri haram, pahalanya juga tidak sama dengan orang yang mentaati Allah pada bulan halal dan di negeri halal (di luar tanah haram) pula.
Allah Ta’ala telah mengisyaratkan hal tersebut dalam firman-Nya:
يَا نِسَاءَ النَّبِيِّ مَنْ يَأْتِ مِنْكُنَّ بِفَاحِشَةٍ مُبَيِّنَةٍ يُضَاعَفْ لَهَا الْعَذَابُ ضِعْفَيْنِ ۚ وَكَانَ ذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرًا
Hai isteri-isteri Nabi, siapa-siapa di antaramu yang mengerjakan perbuatan keji yang nyata, niscaya akan di lipat gandakan siksaan kepada mereka dua kali lipat. Dan adalah yang demikian itu mudah bagi Allah. [Al-Ahzab: 30] [Tafsir Al-Qurthubi, 10/198-199][vi]
Baca juga: Keutamaan Madinah Al Munawwarah
Hukum Terkait Bulan Haram
Terkait bulan haram ada sebuah larangan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala yang terdapat dalam surat at Taubah: 36,
فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
”Maka janganlah kalian menganiaya diri kalian sendiri dalam bulan yang empat tersebut.”
Di dalam tafsir Al-Qurthubi disebutkan bahwa Dhamir (kata ganti) هنّ pada lafazh فِيهِنَّ menurut Ibnu ‘Abbas kembalinya kepada seluruh bulan yang jumlahnya dua belas.
Menurut ulama lainnya hanya kembali kepada empat bulan haram saja, karena tempat kembali ini lebih dekat dengan penyebutan dhamir. Juga karena empat bulan ini memiliki keistimewaan pada-makna menjauhi kezhaliman, sebab Allah Ta’ala berfirman,
الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ ۚ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ ۗ
” (Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji.” [al-Baqarah: 217]
Namun bukan berarti perbuatan zhalim pada selain bulan-bulan ini diperbolehkan. Diriwayatkan pula bahwa makna kezhaliman dalam ayat ini ada dua pendapat yaitu:
- Maknanya adalah ”Janganlah engkau berbuat zhalim kepada dirimu sendiri dengan melakukan peperangan pada bulan-bulan ini.
Namun, hukum ini telah dinasakh oleh dalil yang membolehkan melakukan peperangan pada bulan mana pun. Pendapat ini dimmpaikan oleh Qatadah, Atha’, Al-Khurasani, Az-Zuhri, dan Sufyan Ats-Tsauri.
Berbeda dengan pendapat yang disampaikan oleh Ibnu Juraij. Ia berkata,” Atha bin Abu Rabah pernah bersumpah bahwa tidak satu manusia pun yang diperbolehkan berperang di tanah haram atau di bulan-bulan yang diharamkan kecuali mereka diperangi terlebih dahulu. Oleh karena itu hukum pada ayat tersebut tidak di-nasakh oleh ayat mana pun.
Pendapat yang lebih benar adalah pendapat pertama karena Nabi ﷺ memerangi kaum Hawazin di Hunain dan memerangi kaum Tsaqif di Thaif, dan mereka dikepung pada bulan Syawal dan beberapa hari dari bulan Dzulqa’dah.
- Maknanya adalah ”Janganlah engkau berbuat zhalim kepada dirimu sendiri dengan melakukan perbuatan dosa pada bulan-bulan ini, karena ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala mengistimewakan sesuatu darinya, maka ia akan memiliki satu kehormatan.
Dan apabila Allah Ta’ala mengistimewakan sesuatu itu dari beberapa segi, maka ia juga akan memiliki beberapa penghormatan. Oleh karena itu siapa pun yang melakukan perbuatan dosa pada bulan-bulan ini maka hukumannya akan dilipatgandakan, sebagaimana halnya apabila seseorang melakukan perbuatan baik maka ganjarannya dilipatgandakan.[vii]
Baca juga: Keutamaan dan Keberkahan Masjid Nabawi
Tanya jawab seputar bulan haram
Berikut ini sejumlah pertanyaan yang terkait dengan bulan haram. Pertanyaan ini sederhana namun karena terkait hukum fikih tetap harus merujuk kepada sumber yang bisa dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
– Adakah bulan haram berperang dalam Islam?
Dalam Islam terdapat bulan-bulan yang dilarang untuk berperang di dalamnya. Menurut sebagian ulama, di antara bulan yang dilarang untuk berperang di dalamnya adalah pada bulan haram yang empat yaitu bulan Dzula’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab.
Sedangkan Jumhur ulama berpendapat larangan perang di bulan-bulan haram sudah dinasakh (dihapus).
Syaikh Abdul Azis bin Abdullah bin Baz rahimahullah memberikan penjelasan terkait masalah ini sebagai berikut:
اختلف العلماء هل حرمة القتال فيها باقية أو نسخت؟ على قولين: الجمهور على أنها نسخت وأن تحريم القتال فيها نسخ، وقول آخر: أنها باقية ولم تنسخ ، وأن التحريم فيها باقي ولا يزال، وهذا القول أظهر من جهة الدليل ” انتهى من “مجموع فتاوى ابن باز” (18/ 433).
”Para ulama telah berselisih pendapat apakah keharaman perang di bulan-bulan haram itu tetap berlaku ataukah sudah dinasakh (dihapus)? Ada dua pendapat. Jumhur ulama berpendapat bahwa keharaman perang di bulan-bulan haram itu telah dinasakh dan bahwa pengharaman perang di bulan tersebut telah dinasakh.
Pendapat yang satunya menyatakan bahwa keharaman perang di bulan tersebut tetap berlaku dan tidak dinasakh dan bahwa pengharaman perang di dalamnya itu tetap berlaku dan akan terus berlaku. Pendapat yang kedua ini lebih kuat dilihat dari sisi dalil.” [Majmu’ Fatawa Ibnu Baz 18/433]
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah berkata,
أنه لا يجوز القتال فيها ، إلا ما كان دفاعاً ، أو كان قد انعقدت أسبابه من قبل، بمعنى: أنه لا يجوز أن نبدأ قتال الكفار في هذه الأشهر الحرم، إلا إذا كان دفاعاً، بمعنى أنهم هم الذين بدءونا في القتال، أو كان ذلك امتداداً لقتال سابق على هذه الأشهر ” انتهى من “اللقاء الشهري” (27/ 3) بترقيم الشاملة.
”Tidak boleh berperang di bulan-bulan haram kecuali karena membela diri atau karena sebab-sebab yang telah terjadi sebelumnya. Artinya, kita tidak boleh memulai peperangan terhadap orang-orang kafir di bulan-bulan haram ini, kecuali karena membela diri. Ini berarti orang-orang kafirlah yang mendahului memerangi kita atau hal itu merupakan kelanjutan dari perang sebelumnya di bulan-bulan haram ini.” [Al-Liqa’ Asy-Syahri 3/27 dengan penomoran Asy-Syamilah][viii]
Selain di bulan-bulan haram yang empat tersebut ada bulan -bulan lain yang kaum muslimin dilarang berperang melawan orang kafir di dalamnya, yaitu bulan-bulan yang telah menjadi kesepakatan perdamaian di antara kaum muslimin dan orang kafir.
Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala,
فَإِذَا انْسَلَخَ الْأَشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ وَخُذُوهُمْ وَاحْصُرُوهُمْ وَاقْعُدُوا لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ ۚ فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَخَلُّوا سَبِيلَهُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu dimana saja kamu jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah ditempat pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. [At-Taubah: 5]
Imam Ibnu Katsir rahimahullah menerangkan di dalam tafsirnya tentang ayat ini sebagai berikut:
“Ada perbedaan pendapat di antara ulama tafsir terkait maksud bulan-bulan haram di sini.
- Bulan haram adalah empat bulan haram yang Allah mengharamkan peperangan di dalamnya, yaitu Zulqa’dah, Zulhijjah, Muharram, dan Rajab. Empat bulan haram inilah yang disebutkan dalam ayat,
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ ذَٰلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ ۚ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ ۚ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً ۚ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ
Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa. [At-Taubah: 36]
Pendapat ini dinisbatkan kepada Abdulah bin ‘Abbas. lni merupakan pendapat adh-Dhahaq dan Muhammad al-Baqir.
- Bulan Haram adalah tenggang waktu empat bulan yang disebutkan dalam ayat 2 surah at-Taubah,
فَسِيحُوا فِي الْأَرْضِ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ غَيْرُ مُعْجِزِي اللَّهِ ۙ
Maka berjalanlah kamu (kaum musyrikin) di Bumi selama empat bulan dan ketahuilah bahwa kamu tidak dapat melemahkan Allah. [At-Taubah :2]
lni adalah pendapat Abdullah bin Abbas, Mujahid, Amru bin Syu’aib, Muhammad bin lshaq, Qatadah, as-Suddi dan ‘Abdurrahman bin Zaid bin Aslam.
lni adalah pendapat yang kuat. Allah memberikan tenggang waktu selama empat bulan kepada kaum musyrikin sebagaimana dalam firman-Nya,
فَسِيحُوا فِي الْأَرْضِ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ غَيْرُ مُعْجِزِي اللَّهِ ۙ
Maka berjalanlah kamu (kaum musyrikin) di Bumi selama empat bulan dan ketahuilah bahwa kamu tidak dapat melemahkan Allah. [At-Taubah: 2]
Kemudian, apabila tenggang waktu empat bulan itu habis dan mereka tetap tidak mau beriman, maka kaum Muslimin harus memerangi mereka. Sebagaimana dalam firman-Nya,
فَإِذَا انْسَلَخَ الْأَشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُوا الْمُشْرِكِينَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوهُمْ
Apabila telah habis bulan-bulan haram, maka perangilah orang-orang musyrik di mana saja kamu temui, [At-Taubah: 5]
Apabila tenggang waktu empat bulan yang diberikan kepada kaum musyrikin telah berakhir, maka perangilah mereka di mana pun kalian mendapati mereka.
Pendapat pertama di atas tertolak dan tidak bisa diterima. Karena hal itu berarti ada pengulangan dua kali penyebutan bulan-bulan haram dalam ayat 5 ini dan dalam ayat 36. Hal ini adalah sesuatu yang tidak patut.
Oleh karena itu, memaknai ayat 5 dalam konteks ayat 2 sebelumnya lebih tepat daripada memaknainya dalam konteks ayat 36.
Makna ayat 5 adalah apabila tenggang waktu selama empat bulan telah berakhir, maka perangilah orang-orang musyrik di mana pun kalian menemukan mereka. Perintah ini bersifat umum.
Namun, yang masyhur adalah keumuman perintah ini dibatasi oleh ayat yang melarang memerangi kaum musyrikin di area tanah Haram seperti dijelaskan dalam ayat,
Dan janganlah kamu perangi mereka di Masjidil Haram kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. Jika mereka memerangi kamu, maka perangilah mereka. [Al-Baqarah: 91][ix]
– Adakah bulan yang haram berpuasa?
Pertanyaan ini sebenarnya diluar konteks tentang bulan haram. Sebab, di dalam Islam tidak ada bulan khusus yang kaum muslimin dilarang untuk berpuasa di bulan tersebut.
Namun yang ada adalah hari-hari tertentu di bulan-bulan tertentu yang kaum Muslimin diharamkan untuk berpuasa di dalamnya. Hal tersebut dibahas tesendiri dalam artikel waktu terlarang berpuasa.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kaum Muslimin. Bila ada kebenaran dalam tulisan ini maka itu dari rahmat Allah semata.
Bila ada kesalahan dan kekeliruan maka itu dari kami dan dari setan. Allah dan rasul-Nya berlepas diri darinya. Semoga Allah Ta’ala mengampuni semua kesalahan kami dan kaum Muslimin.
[i] Abdullah Al-Jalali, Durus Asy-Syaikh Abdullah Al Jalali, hal. 31. Juz.22 dengan perubahan.
[ii] Tafsir Al Qurthubi, Ta’liq oleh Muhammad Ibrahim Al-Hifnawi; Takhrij oleh Mahmud Hamid Husain, Pustaka Azzam, hal.310-312.
[iii] https://www.dorar.net/hadith/sharh/117580
[iv] https://binbaz.org.sa/fatwas/17040
[v] https://www.alukah.net/sharia/0/121267/#ixzz6nFqFp4NZ
[vi] https://www.alukah.net/sharia/0/121267/
[vii] Tafsir Al Qurthubi, Ta’liq oleh Muhammad Ibrahim Al-Hifnawi; Takhrij oleh Mahmud Hamid Husain, Pustaka Azzam, hal.312-314.
[viii] https://islamqa.info/ar/answers/227931/هل-نسخ-القتال-في-الاشهر-الحرم
[ix] Mudah Tafsir Ibnu Katsir Jilid 3 , Pentahqiq: Dr. Shalah Abdul Fattah Al-Khalidi, Pustaka Maghfirah. Jakarta. Cetakan pertama, September 2017
Incoming search terms:
- maksud bulan haram (1)
Tinggalkan Balasan