Hukum Mengumumkan Kematian Seseorang Melalui Pengeras Suara Di Masjid – Di masyarakat sering didapati pengurus masjid mengumumkan kematian salah seorang warganya melalui pengeras suara yang ada di masjid.
Tujuannya untuk memberitahukan kepada seluruh anggota masyarakat di lingkungan tersebut secara cepat dalam waktu singkat.
Persoalannya adalah menggunakan masjid sebagai sarana untuk mengumumkan kematian dan yang kedua adalah persoalan mengumumkan kematian itu sendiri. Bagaimanakah hukumnya dalam Islam?
Hukum Mengumumkan Kematian Lewat Pengeras Suara
Berikut ini penjelasan tentang hukum mengumumkan kematian melalui pengeras suara di masjid berdasar tulisan Syaikh Khairudin Wanili dalam kitabnya Al Masjid fil Islam edisi Indonesia: Ensiklopedi Masjid
1. Pendapat Syaikh Ali Mahfuzh
Syaikh Ali Mahfuzh berkata di dalam kitab Al-Ibda’, hlm. 165, “Di antara perbuatan bid’ah yang terdapat di masjid dan masih diperdebatkan antara dibenci (makruh) dan diharamkan, yaitu apa yang dinamakan dengan at-tabriir.
Yaitu pembacaan ayat suci AI-Qur’an oleh para muadzin di atas menara dengan suara keras ketika seorang alim meninggal dunia dengan cara membaca surat Al Insaan dan diawali dengan membaca ayat:
إِنَّ ٱلْأَبْرَارَ يَشْرَبُونَ مِن كَأْسٍ كَانَ مِزَاجُهَا كَافُورًا
“Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kafur.” [Al Insan: 5]
Diterangkan bahwa amalan bid’ah ini tidak akan mendatangkan kekhusyu’an.
Melagu-lagukan ayat secara berlebihan, ketidakjelasan ayat yang dibaca oleh dua orang atau lebih dan perbuatan tersebut bertentangan bahwa Al-Qur’an diturunkan bukan sebagai sarana pemberitahuan atas kematian seorang ulama.
Kemudian beliau juga berkata, “Secara umum, perbuatan bid’ah ini adalah meniru apa yang dilakukan pada masa jahiliyah yang menyiarkan berita kematian seseorang dengan cara mengirimkan seorang utusan yang memberitahukan berita kematiannya ke rumah-rumah (penduduk) dan di pasar.”
2. Pendapat Imam Ash Shan’ani
Telah diterangkan di dalam kitab Subulus Salam, “Di antara bentuk penyiaran berita kematian seorang ulama yang sangat dilarang pada saat ini yaitu apabila dilakukan di atas menara.”
Saya (Syaikh Khairudin Wanili) katakan, “Penyiaran berita kematian seperti itu tidak terbatas untuk seorang ulama saja. Justru orang-orang fasiq dan pembuat dosa juga. Bisa saja seseorang menyogok muadzin untuk menyiarkan kematian (seorang fasiq misalnya) dengan memakai alat pengeras suara dari sebuah masjid.”
Baca juga: Doa Masuk & Keluar Masjid Lengkap
3. Pendapat Syamsuddin Ibnul Qayim
Asy-Syams Ibnul Qayyim berkata, ”Di antara tuntunan Nabi ﷺ adalah tidak menyiarkan berita kematian seseorang. Bahkan beliau melarang hal tersebut. Beliau bersabda, ”Hal tersebut adalah perilaku Jahiliyyah.”
Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu tidak suka apabila keluarganya memberitahukan kepada orang lain apabila dirinya (Hudzaifah) meninggal dunia. Ia berkata, “Saya khawatir bila hal tersebut termasuk menyiarkan berita kematian.”
4. Pendapat Al Qadhi Abul Walid Ibnu Rusyd
Al-Qadhi Abul Walid Ibnu Rusyd Rahimahullah berkata di dalam kitab Al-Bayaan wat Tahshiil, “Mengumumkan kematian dari masjid tidak boleh dilakukan berdasarkan kesepakatan para ulama. Karena mengeraskan suara di masjid adalah hal yang dibenci walaupun untuk belajar.[1]
Tetapi jika diumumkan di pintu-pintu masjid, maka Imam Malik membencinya dan berpendapat bahwa perbuatan tersebut termasuk menyiarkan kematian yang dilarang oleh agama Islam.
Diriwayatkan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, “Hendaklah kalian menjauhi perilaku menyiarkan kematian, karena perbuatan tersebut termasuk perbuatan Jahiliyah.”
[HR. At-Tirmidzi dari Ibnu Mas’ud dan hadits ini dilemahkan oleh At-Tirmidzi. Akan tetapi At-Tirmidzi meriwayatkan dengan sanad shahih sebagaimana yang tercantum di dalam kitab Faidhul Qadiir bahwa Nabi ﷺ melarang untuk menyiarkan berita kematian seseorang.]
Kata an-na’yu menurut mereka adalah memanggil-manggil orang lain dengan ucapan, “Ketahuilah, si fulan telah meninggal dunia. Oleh karena itu, hadirilah acara pemakamannya!”
Kalau hanya sekedar memberitahukan orang lain tanpa memanggil-manggilnya, hukumnya dibolehkan berdasarkan ijma’ para ulama. Rasulullah ﷺ bersabda ketika seorang wanita wafat pada malam hari – seorang wanita yang selalu membersihkan masjid —
“Mengapa kalian tidak memberitahukan tentang kematiannya kepadaku.?”
[Dikutip oleh Syaikh Al-Qasimi di dalam kitab Ishlaahul Masaajid, hlm. 160-161 dan hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim.]
Demikian penjelasan hukum mengumumkan kematian melalui pengeras suara di masjid atau mushola. Semoga bermanfaat dalam menghindarkan kaum Muslimin dari praktek-praktek yang dilarang Syariat Islam.
Sumber: Ensiklopedi Masjid, Karya Syaikh Khairudin Wanili, Penerbit: Pustaka Darus Sunah, hlm. 366-368. Dengan sedikit perubahan pada format penulisan.
[1] Menurut perkiraanku (Syaikh Wanili, pent) bahwa mengeraskan suara dalam rangka menuntut ilmu tidak dibenci. Kecuali jika mengganggu orang yang sedang shalat atau orang yang sedang membaca Al-Qur’an. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi uta Sallam, “Janganlah kalian mengeraskan bacaan AlQur’an atas yang lainnya.”
Tinggalkan Balasan