Di antara perkara pokok dalam agama dan bagian dari pondasi iman adalah masalah keyakinan kita kepada perkara-perkara ghaib yang hanya diketahui oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Tidak ada satu pun makhluk yang mengetahui perkara yang ghaib, termasuk dari kalangan nabi dan rasul kecuali karena Allah memang berkehendak untuk memberitahunya sebagian kecil dari perkara yang ghaib.
Beriman kepada yang ghaib merupakan perkara fundamental dalam Islam. Tulisan ini akan membahas secara ringkas tentang pengertian hal ghaib, iman kepadanya, dali-dalil yang mewajibkannya, urgensinya, hikmah dan buah-buahnya serta jenis-jenis perkara yang ghaib.
Tidak lupa diberikan juga contoh dari iman kepada yang ghaib untuk memperjelas gambarannya.
Pengertian Ghaib
Berikut ini penjelasan dari pengertian ghaib dilihat dari segi bahasa maupun istilah:
Ghaib secara bahasa
Al-Ghaib secara bahasa adalah apa saja yang tersembunyi dari diri anda atau tidak terlihat oleh mata walaupun dirasakan oleh hati.
Ghaib secara istilah
Menurut Syaikh Abdul Karim Utsman, yang dimaksud dengan perkara yang ghaib adalah Apa yang tidak terjangkau oleh indera atau apa yang bisa diketahui oleh manusia melalui analisa pemikirannya atau berdasarkan berita yang meyakinkan dari Allah dan Rasul-Nya atau apa yang tetap menjadi rahasia yang tersembunyi yang tidak mungkin diketahui oleh manusia dan tidak ada yang mengetahui kecuali hanya Allah Yang Maha Lembut Lagi Maha Mengetahui.[i]
Makna Iman Kepada Hal Ghaib
Iman kepada yang ghaib berarti membenarkan perkara-perkara ghaib yang tidak diketahui oleh indera manusia dan hanya kita ketahui melalui berita wahyu yang dikirim kepada para Nabi dan Allah ‘Azza wa Jalla Maha Mengetahui segala yang tersembunyi dan apa saja yang akan terjadi.[ii]
Baca juga: Hikmah Iman Kepada Hari Akhir
Dalil Tentang Iman Kepada Hal Ghaib Dalam Al Quran
Di dalam Al-Quran terdapat banyak ayat yang menerangkan tentang iman kepada yang ghaib atau takut kepada Allah, atau menolong Allah dan Rasul-Nya padahal tidak bisa melihat Allah. Di antaranya adalah sebagai berikut:[iii]
- Al-Baqarah: 3
الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka.
- Al-Maidah: 94
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَيَبْلُوَنَّكُمُ اللَّهُ بِشَيْءٍ مِنَ الصَّيْدِ تَنَالُهُ أَيْدِيكُمْ وَرِمَاحُكُمْ لِيَعْلَمَ اللَّهُ مَنْ يَخَافُهُ بِالْغَيْبِ ۚ فَمَنِ اعْتَدَىٰ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya Allah akan menguji kamu dengan sesuatu dari binatang buruan yang mudah didapat oleh tangan dan tombakmu supaya Allah mengetahui orang yang takut kepada-Nya, biarpun ia tidak dapat melihat-Nya. Barang siapa yang melanggar batas sesudah itu, maka baginya azab yang pedih.
- Al-Anbiya’: 49
الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَيْبِ وَهُمْ مِنَ السَّاعَةِ مُشْفِقُونَ
(yaitu) orang-orang yang takut akan (azab) Tuhan mereka, sedang mereka tidak melihat-Nya, dan mereka merasa takut akan (tibanya) hari kiamat.
- Fathir: 18
وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ ۚ وَإِنْ تَدْعُ مُثْقَلَةٌ إِلَىٰ حِمْلِهَا لَا يُحْمَلْ مِنْهُ شَيْءٌ وَلَوْ كَانَ ذَا قُرْبَىٰ ۗ إِنَّمَا تُنْذِرُ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَيْبِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ ۚ وَمَنْ تَزَكَّىٰ فَإِنَّمَا يَتَزَكَّىٰ لِنَفْسِهِ ۚ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ
Dan orang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. Dan jika seseorang yang berat dosanya memanggil (orang lain) untuk memikul dosanya itu tiadalah akan dipikulkan untuknya sedikitpun meskipun (yang dipanggilnya itu) kaum kerabatnya. Sesungguhnya yang dapat kamu beri peringatan hanya orang-orang yang takut kepada azab Tuhannya (sekalipun) mereka tidak melihat-Nya dan mereka mendirikan sembahyang. Dan barangsiapa yang mensucikan dirinya, sesungguhnya ia mensucikan diri untuk kebaikan dirinya sendiri. Dan kepada Allahlah kembali(mu).
- Yasin: 11
إِنَّمَا تُنْذِرُ مَنِ اتَّبَعَ الذِّكْرَ وَخَشِيَ الرَّحْمَٰنَ بِالْغَيْبِ ۖ فَبَشِّرْهُ بِمَغْفِرَةٍ وَأَجْرٍ كَرِيمٍ
Sesungguhnya kamu hanya memberi peringatan kepada orang-orang yang mau mengikuti peringatan dan yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah walaupun dia tidak melihatnya. Maka berilah mereka kabar gembira dengan ampunan dan pahala yang mulia.
- Qaf: 33
مَنْ خَشِيَ الرَّحْمَٰنَ بِالْغَيْبِ وَجَاءَ بِقَلْبٍ مُنِيبٍ
(Yaitu) orang yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertaubat, [Qaf: 33]
- Al-Hadid: 25
لَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنَاتِ وَأَنْزَلْنَا مَعَهُمُ الْكِتَابَ وَالْمِيزَانَ لِيَقُومَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ ۖ وَأَنْزَلْنَا الْحَدِيدَ فِيهِ بَأْسٌ شَدِيدٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ وَرُسُلَهُ بِالْغَيْبِ ۚ إِنَّ اللَّهَ قَوِيٌّ عَزِيزٌ
Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.
- Al-Mulk: 12
إِنَّ الَّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبَّهُمْ بِالْغَيْبِ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَأَجْرٌ كَبِيرٌ
Sesungguhnya orang-orang yang takut kepada Tuhannya Yang tidak nampak oleh mereka, mereka akan memperoleh ampunan dan pahala yang besar.
Baca juga: Buah Iman Kepada Qadha’ dan Qadar
Hukum Beriman Kepada Hal Ghaib
Iman kepada yang ghaib yang diberitakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala atau diberitakan oleh Nabi-Nya ﷺ adalah perkara wajib atas setiap Muslim dan Muslimah tanpa perlu bukti yang bersifat inderawi atau kesaksian.
Allah Ta’ala berfirman saat memberikan penjelasan tentang ciri-ciri orang-orang yang beriman,
الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan menafkahkan sebahagian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka. [Al-Baqarah: 3][iv]
Macam-Macam Hal Ghaib
Perkara yang ghaib itu ada dua macam, yaitu ghaib mutlak yang hanya Allah Ta’ala saja yang mengetahuinya dan ghaib nisbi yang terkadang sebagian dari hamba mengetahuinya.
Penjelasannya sebagai berikut:
1. Ghaib Mutlak
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menafikan adanya manusia yang mengetahui perkara ghaib dan hanya mengkhususkan diri-Nya sendiri yang mengetahuinya.
Yang dimaksud dengan hal ini adalah ghaib mutlak. Ghaib mutlak itu tidak akan mungkin diketahui oleh seorang makhluk pun. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,
وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُطْلِعَكُمْ عَلَى الْغَيْبِ
Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, [Ali Imran: 179]
قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ ۚ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ
Katakanlah: “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah”, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan. [An-Naml: 65]
قُلْ لَا أَقُولُ لَكُمْ عِنْدِي خَزَائِنُ اللَّهِ وَلَا أَعْلَمُ الْغَيْبَ
Katakanlah: Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib [Al-An’am: 50]
وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ ۚ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ ۚ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الْأَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ
Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)” [Al-An’am: 59]
قُلْ لَا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ ۚ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ
Katakanlah: “Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya [Al-A’raf: 188]
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَا تَأْتِينَا السَّاعَةُ ۖ قُلْ بَلَىٰ وَرَبِّي لَتَأْتِيَنَّكُمْ عَالِمِ الْغَيْبِ ۖ لَا يَعْزُبُ عَنْهُ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَلَا فِي الْأَرْضِ وَلَا أَصْغَرُ مِنْ ذَٰلِكَ وَلَا أَكْبَرُ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ
Dan orang-orang yang kafir berkata: “Hari berbangkit itu tidak akan datang kepada kami”. Katakanlah: “Pasti datang, demi Tuhanku Yang Mengetahui yang ghaib, sesungguhnya kiamat itu pasti akan datang kepadamu. Tidak ada tersembunyi daripada-Nya sebesar zarrahpun yang ada di langit dan yang ada di bumi dan tidak ada (pula) yang lebih kecil dari itu dan yang lebih besar, melainkan tersebut dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)”, [Saba’: 3]
وَلِلَّهِ غَيْبُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَإِلَيْهِ يُرْجَعُ الْأَمْرُ كُلُّهُ
Dan kepunyaan Allah-lah apa yang ghaib di langit dan di bumi dan kepada-Nya-lah dikembalikan urusan-urusan semuanya, [Hud: 123]
وفي صحيح مسلم من حديث عائشة قالت: ومن زعم أنه ـ يعني رسول الله صلى الله عليه وسلم ـ يخبر بما يكون في غد، فقد أعظم على الله الفرية، والله يقول: قُلْ لا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ {النمل:65}.
Di dalam Shahih Muslim dari hadits ‘Aisyah dia berkata, “Siapa yang menyatakan bahwa Rasulullah ﷺ bisa memberitahukan apa yang akan terjadi pada hari esok maka sungguh telah melakukan kedustaan besar kepada Allah. Allah befirman,
Katakanlah: “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah”, [An-Naml: 65]
2. Ghaib Nisbi
Adapun ghaib nisbi, terkadang sebagian makhluk, baik itu malaikat atau rasul mengetahuinya dengan pemberitahuan dari Allah Ta’ala kepada mereka.
Terkadang sebagian dari Jin mendengar perkara ghaib dengan mencuri dengar ketika para Malaikat berbicara tentang hal itu. Allah Ta’ala berfirman,
عَالِمُ الْغَيْبِ فَلَا يُظْهِرُ عَلَىٰ غَيْبِهِ أَحَدًا إِلَّا مَنِ ارْتَضَىٰ مِنْ رَسُولٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَدًا
(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu.
Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya. [Jin: 26-27]
Ibnu Katsir mengatakan, “Hal ini mencakup rasul, malaikat dan manusia.”
Termasuk juga dalam hal ghaib nisbi adalah pemberitahuan Allah Ta’ala kepada malaikat mengenai keadaan janin. Sesungguhnya hal itu telah mengeluarkannya dari area ghaib mutlak dan menjadi area ghaib nisbi.[v]
Baca juga: Makna Iman Kepada Malaikat
Karakteristik Hal Ghaib
Karakteristik dari hal ghaib dijelaskan oleh Dr. Bassam Ali Salamah Al-‘Amus sebagai berikut:
- Penguasaan secara menyeluruh terhadap ilmu ghaib adalah merupakan kekhususan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dalam hal ini, manusia tidak disiapkan untuk mengetahui hal yang ghaib kecuali sedikit dan itu pun mereka yang diberi pengetahuan oleh Allah Ta’ala bukan karena mereka memiliki kemampuan sendiri mengetahui perkara yang ghaib, tapi karena Allah Ta’ala yang memberi tahu mereka.
Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala,
قُلْ لَا أَمْلِكُ لِنَفْسِي نَفْعًا وَلَا ضَرًّا إِلَّا مَا شَاءَ اللَّهُ ۚ وَلَوْ كُنْتُ أَعْلَمُ الْغَيْبَ لَاسْتَكْثَرْتُ مِنَ الْخَيْرِ
Katakanlah: “Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya. [Al-A’raf: 188]
قُلْ لَا أَقُولُ لَكُمْ عِنْدِي خَزَائِنُ اللَّهِ وَلَا أَعْلَمُ الْغَيْبَ
Katakanlah: Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, dan tidak (pula) aku mengetahui yang ghaib [Al-An’am: 50]
وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ ۚ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ ۚ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الْأَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ
Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz)” [Al-An’am: 59]
قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ ۚ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ
Katakanlah: “Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah”, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan. [An-Naml: 65]
- Manusia bukan satu-satunya makhluk yang tidak diberi akses untuk mengetahui perkara ghaib mutlak.
Malaikat dan jin pun juga tidak mengetahui ghaib mutlak meskipun mereka terkadang mengetahui apa yang tidak kita ketahui karena ini persoalan yang nisbi.
Hal ini sebagaimana firman Allah,
فَلَمَّا قَضَيْنَا عَلَيْهِ الْمَوْتَ مَا دَلَّهُمْ عَلَى مَوْتِهِ إِلَّا دَابَّةُ الْأَرْضِ تَأْكُلُ مِنسَأَتَهُ فَلَمَّا خَرَّ تَبَيَّنَتِ الْجِنُّ أَن لَّوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ الْغَيْبَ مَا لَبِثُوا فِي الْعَذَابِ الْمُهِينِ -١٤-
Maka ketika Kami telah Menetapkan kematian atasnya (Sulaiman), tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka ketika dia telah tersungkur, tahulah jin itu bahwa sekiranya mereka mengetahui yang gaib tentu mereka tidak tetap dalam siksa yang menghinakan. [Saba’: 14]
- Sesungguhnya pengetahuan manusia mengenai perkara ghaib bukanlah termasuk bagian dari hal yang mesti ada demi kepemimpinan (tugas sebagai khalifah) di buka bumi.
Andaikan hal itu merupakan sebuah keharusan maka Allah pasti akan membuat mereka mengetahui yang ghaib karena Allah telah membebani mereka untuk menjadi khilafah di muka bumi dan menyediakan untuk mereka apa yang seharusnya demi kekhilafahan ini.
Andaikan mengetahui yang ghaib itu merupakan tuntutan yang mesti ada demi tugas sebagai khalifah di muka bumi sementara Allah tidak memberi manusia pengetahuan tersebut, niscaya hal itu merupakan beban yang tidak bisa dipikul. Dan tidak mungkin Allah Ta’ala seperti itu.
- Porsi yang sedikit saja dari perkara ghaib yang Allah beritahukan kepada sebagian makhluk-Nya merupakan tuntutan kehidupan untuk merealisasikan ujian yang merupakan tujuan Allah menciptakan makhluk. Di antara perkara ghaib yang dibuka sedikit ini adalah kabar berita yang disampaikan oleh Rasulullah ﷺ sebagai bukti-bukti kebenaran kenabiannya. [vi]
Baca juga: Penjelasan Iman Kepada Allah
Urgensi Iman Kepada Hal Ghaib
Urgensi dari iman kepada hal ghaib adalah bahwa iman kepada yang ghaib itu merupakan karakteristik manusia yang membedakannya dari makhluk lain di alam waujud ini. Hal itu karena hewan-hewan juga bisa mengetahui hal-hal yang bisa diindera sebagaimana manusia.
Adapun perkara ghaib, maka hanya manusia saja yang diberi kemampuan untuk beriman kepadanya, tidak sebagaimana hewan-hewan tersebut. Oleh karenanya, iman kepada yang ghaib merupakan salah satu pilar asasi dari pilar-pilar iman dalam agama-agama samawi seluruhnya.
Syariat telah datang dengan banyak perkara ghaib yang tidak ada jalan bagi manusia untuk mengetahuinya kecuali melalui wahyu yang telah tetap di dalam al-Kitab dan As-Sunnah seperti hadits tentang Allah Ta’ala, sifat-sifat-Nya dan perbuatan-Nya.
Demikian juga tentang langit yang tujuh dan apa saja yang ada di dalamnya, tentang para malaikat dan para nabi, surga dan neraka, setan, jin dan lain-lain yang termasuk dalam hakikat-hakikat iman yang bersifat ghaib yang tidak ada jalan untuk mengetahuinya dan memiliki ilmu tentangnya kecuali melalui berita yang benar dari Allah dan Rasul-Nya.[vii]
Iman kepada yang ghaib itu merupakan asas iman. Nabi ﷺ tidak menyeru kecuali menuju iman kepada yang ghaib. Allah Ta’ala itu ghaib, malaikat itu ghaib, ruh manusia itu ghaib, kebaikan itu ghaib, keburukan itu ghaib, barzakh itu ghaib, Hari Ahhir itu ghaib, Hari Kebangkitan itu ghaib, Shirat itu ghaib, surga itu ghaib dan neraka itu ghaib. Semuanya merupakan perkara besar yang menjadi akhir dari nasib manusia.[viii]
Hikmah Beriman Kepada Hal Ghaib
Di antara hikmah dari beriman kepada yang ghaib adalah bahwa iman kepada yang ghaib ini menjadi ujian bagi manusia.
Ujian ini akan mengukur sejauh mana kedalam iman seseorang dan hakikat iman seseorang kepada yang ghaib.
Persoalannya bukan hanya sekedar mengetahui adanya perkara ghaib dan mempercayainya. Namun yang perlu diperhatikan adalah persoalan pengaruh dan perasaan hakiki terhadap perkara yang ghaib ini.
Oleh karenanya, ihsan yang merupakan tingkatan iman yang paling tinggi adalah Anda beribadah kepada Allah seakan – akan anda melihat-Nya.
Artinya, kekuatan perasaan anda kepada yang ghaib menjadikan Allah Subhanahu wa Ta’ala berada dihadapanmu seolah-olah terlihat nyata.
Di antara hikmah Allah Ta’ala menutup dirinya dari manusia adalah sebagai ujian. Ini merupakan hikmah Allah yang sangat tinggi yang tidak memberitahukan kepada kepada kita tentang persoalan ghaib kecuali sedikit saja.
Perwujudan ubudiah (penghambaan) kepada Allah menuntut adanya sikap tunduk kepada perintah-Nya secara umum maupun khusus, tunduk kepada Allah Ta’ala ketika Allah Ta’ala menutup diri-Nya sendiri dari manusia.
Oleh karenanya, orang-orang atheis menolak hikmah ini. Mereka bersikap takabur, menentang dan menuntut untuk melihat Allah. Allah Ta’ala berfirman,
وَقَالَ الَّذِينَ لَا يَرْجُونَ لِقَاءنَا لَوْلَا أُنزِلَ عَلَيْنَا الْمَلَائِكَةُ أَوْ نَرَى رَبَّنَا
Dan orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan Kami (di akhirat) berkata, “Mengapa bukan para malaikat yang diturunkan kepada kita atau (mengapa) kita (tidak) melihat Tuhan kita?” [Al-Furqan: 21]
Sedangkan orang-orang Yahudi menuntut Musa ‘alaihis salam agar Allah menampakkan diri-Nya:
وَإِذْ قُلْتُمْ يَا مُوسَى لَن نُّؤْمِنَ لَكَ حَتَّى نَرَى اللَّهَ جَهْرَةً فَأَخَذَتْكُمُ الصَّاعِقَةُ وَأَنتُمْ تَنظُرُونَ -٥٥-
Dan (ingatlah) ketika kamu berkata, “Wahai Musa! Kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan jelas, “ maka halilintar menyambarmu, sedang kamu menyaksikan. [Al-Baqarah: 55][ix]
Baca juga: Penjelasan Iman Kepada Kitab Allah
Buah Iman Kepada Hal Ghaib
Terdapat banyak buah beriman kepada yang ghaib, di antaranya sebagai berikut:
- Mewujudkan ketentraman hati dan ketenangan jiwa.
- Terbebas dari berbagai khurafat yang menyesatkan serta berbagai pengakuan dusta.
- Adanya perasaan Alah Ta’ala senantiasa hadir di setiap kondisi dan keadaan.
- Membebaskan manusia dari filsafat materialisme yang tidak mengakui eksistensi perkara yang ghaib.
- Membebaskan akal dari sibuk dengan perkara-perkara ghaib yang tidak akan mampu dijangkau oleh akal dan bisa difokuskan kepada tugas-tugas kepemimpinan di muka bumi dan memakmurkan dunia ini.
- Terus menerus taat kepada Allah dengan melaksanakan ibadah-ibadah dengan beragam jenisnya.
- Menjauhi maksiat dan kemungkaran baik yang berupa perkataan maupun perbuatan.
- Sabar terhadap berbagai musibah di dunia ini serta deritanya.
- Paduan antara bekerja untuk dunia ini dan mempersiapkan diri untuk akhirat merupakan sesuatu yang mempengaruhi perilaku individu dan masyarakat.[x]
Contoh Iman Kepada Hal Ghaib
Perkara ghaib itu banyak sekali. Namun kembalinya adalah kepada rukun iman yang enam.[xi] Dengan demikian, contoh iman kepada yang berarti adalah beriman kepada rukun iman yang enam tersebut.
Namun untuk contoh praktis, perlu ada gambaran perilaku yang lahir dari iman kepada yang ghaib,
Al Imam Abul Faraj Abdurrahman Ibnul Jauzi rahimahullah (w. 597 H) menjelaskan sebuah kisah tentang seorang penggembala kambing yang amanah. Dalam kisah ini terdapat contoh nyata tentang perilaku mulia yang merupakan buah dari beriman kepada yang ghaib:
Nafi’ (Maula (Pelayan) Abdullah bin Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhuma) berkata, “Aku pergi bersama Abdullah bin Umar ke suatu daerah di pinggiran Madinah. Ada sejumlah sahabatnya yang ikut bersamanya. Di sana, mereka membuka hidangan untuk makan.
Kemudian seorang penggembala melewati mereka. Abdullah bin Umar berkata kepadanya, “Hai penggembala, kemarilah. Mari makan.”
Penggembala tersebut berkata, “Saya sedang puasa.” Abdullah bin Umar berkata kepadanya, “Pada siang yang sangat panas seperti ini sementara kamu mengikuti jejak kambing di lembah kecil di antara pegunungan dan menggembala kambing di antara pegunungan, kamu berpuasa?”
Sang penggembala menjawab, “Aku biasa bersegera (dengan kebaikan) di hari-hariku yang berlalu.”
Ibnu Umar takjub dengan jawaban tersebut, lalu dia bertanya, “Apakah engkau bersedia menjual kepada kami seekor kambing dari gembalamu, lalu akan kami sembelih dan kamu akan kami beri makan dengan dagingnya lalu kami bayar harganya.”
Dia berkata, “kambing ini bukan milik saya, tapi milik tuan saya.”
Abdullah bin Umar berkata, ”Bila tuanmu bertanya kepadamu bukankah kamu dapat bilang kepadanya bahwa seekor srigala telah memangsanya.?”
Lalu sang penggembala tersebut pergi sambil mengangkat jarinya ke langit seraya berkata, ”Kalau begitu, di manakah Allah?”
Nafi’ berkata, “ Setelah itu Ibnu Umar terus menerus berkata, “Si penggembala berkata, ‘Di manakah Allah?”
Setelah tiba di Madinah, beliau mengirim utusan kepada tuan penggembala tersebut untuk membeli budak itu beserta kambing gembalaannya.
Setelah itu Abdullah bin Umar memerdekakan penggembala itu dan memberikan kambing gembalaan tersebut kepadanya. Semoga Allah merahmatinya.” [Dinukil dari Kitab Shifatush-Shafwah, karya Ibnu Jauzi 2/188]
Demikian tadi pembahasan tentang buah iman kepada yang ghaib dan berbagai hal yang terkait dengan iman kepada yang ghaib. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya dan menjadi pemberat timbangan amal penulis di akhirat nanti.
Bila ada kebenaran dalam tulisan ini maka itu karena rahmat Allah semata. Dan bila ada kesalahan dan penyimpangan maka itu dari kami dan dari setan. Semoga Allah Ta’ala berkenan mengampuni semua kesalahan kami.
[i] Al-Iman bil ghaib, Dr. Bassam Ali Salamah Al-‘Amus, Darul Makmun, Yordania, 1431 H / 2010 M, cetakan pertama, hal.7-13
[iii] https://www.islamweb.net/ar/fatwa/
[iv] http://monir-elmaroud.blogspot.com/2017/09/blog-post.html
[v] https://www.islamweb.net/ar/fatwa/
[vi] Al-Iman bil ghaib, Dr. Bassam Ali Salamah Al-‘Amus, Darul Makmun, Yordania, 1431 H / 2010 M, cetakan pertama, hal 15-17 secara ringkas.
[vii] https://al-maktaba.org/book/30873/26
[ix] ibid
[x] http://monir-elmaroud.blogspot.com/ 2017/09/blog-post.html
[xi] Al-Iman bil ghaib, Dr. Bassam Ali Salamah Al-‘Amus, Darul Makmun, Yordania, 1431 H / 2010 M, cetakan pertama, hal. 39.
Incoming search terms:
- https://pusatjamdigital com/rukun-iman/iman-kepada-hal-ghaib/ (15)
- materi tentang hal-hal ghaib (2)
- https://pusatjamdigital com/rukun-iman/iman-kepada-hal-ghaib/#:~:text=manusia [viii]- Hikmah Beriman Kepada Hal Ghaib iman seseorang kepada yang ghaib (1)
- hukum mengimani hal goib (1)
- Sebutkan hal-hal gaib yang disampaikan Rasul untuk kita imani PAI kelas 4 SD (1)