Masjid Nabawi adalah masjid kedua terbesar di dunia setelah Masjidil Haram. Masjid Nabawi juga merupakan masjid yang paling disucikan oleh umat islam setelah Masjidil Haram. Banyak keutamaan dan keberkahan yang ada pada Masjid Nabawi.
Masjid ini dibangun oleh Rasulullah ﷺ bersama para Sahabat beliau radhiyallahu ‘anhum setelah masjid Quba’ -ketika beliau sampai ke Madinah dalam rangka hijrah dari Makkah.
3 Keutamaan Masjid Nabawi
Di antara keutamaan dan keberkahan masjid ini adalah sebagai berikut:
1. Keutamaan shalat di dalamnya
Keutamaan shalat di masjid Nabawi disebutkan dalam kitab Shahiihul Bukhari dan Shahiih Muslim. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi ﷺ bersabda:
“Shalat di masjidku ini lebih baik daripada seribu shalat yang dilakukan di masjid lain selain Masjidil Haram.” [Muttafaq ‘alaih]
An-Nawawi rahimahullah berkata, “Keutamaan ini dikhususkan bagi masjid beliau ﷺ yang ada pada masa beliau, tidak termasuk ke dalamnya bangunan yang ditambahkan setelah beliau wafat. Oleh karena itu, sebagian orang yang akan mengerjakan shalat hendaknya memperhatikan hal tersebut.”
[Syarhun Nawawi Li Shahiih Muslim (IX/66) dan di antara ulama belakangan (mutaakhirin) yang mengunggulkan pendapat ini adalah Ash Shan’ani. Lihat Subulus Salaam (II/141)]
Adapun yang menjadi pedoman an-Nawawi dalam hal ini adalah indikasi dari sabda beliau: “di masjidku ini.” [I’laamus Saajid (hlm. 247)]
Akan tetapi ulama lain berpendapat bahwa seandainya masjid ini diperluas, maka keutamaan ini tetap berlaku, sebagaimana yang terjadi di Masjid Makkah ketika telah diperluas. [I’laamus Saajid, hlm. 247 dan lihat Majmuu’ Fatawaa Syaikhil Islam Ibni Taimiyyah (XXVI/146)]
Sedangkan faedah dari penyandaran (masjid ini ke Nabi ﷺ – pent) adalah untuk menunjukkan keistimewaannya daripada masjid lain yang ada di Madinah, bukan dalam rangka pengecualian bagi bangunan baru yang ditambahkan padanya.
[Subulus Salaam, karya ash-Shan’ani (II/441). Ulama yang mengungkapkan pendapat ini memperkuatnya dengan beberapa hadits dan atsar, sekalipun pada hadits-hadits dan atsar-atsar yang dijadikan penguat itu dha’if, namun pendapat ulama itu sudah cukup menggembirakan.]
Barangkali, inilah pendapat yang benar berdasarkan penjelasan yang telah lalu, di samping karena alasan bertambahnya jumlah jamaah yang mengerjakan shalat menuntut adanya penambahan bangunan masjid.
Khususnya ketiga masjid yang menjadi perhatian kaum Muslimin untuk melakukan shalat di dalamnya dan mengadakan perjalanan jauh (syaddurrihal) menuju kepadanya.
Karunia Allah ﷻ itu sangat luas. Sejak dibangun pertama kali, masjid ini telah mengalami penambahan bangunan dan perluasan sebanyak sembilan kali.
[Jika berkenan, silakan melihat perincian untuk mengetahui penambahan-penambahan terhadap masjid ini dalam kitab Asyhurul Masaajid fil Islam (I/201-222), karya Sayyid ‘Abdul Majid Bakr dan kitab al-Masjidun Nabawiy ‘Abarat Taariikh,karya Dr. Muhammad as-Sayyid al-Wakil.]
Pembangunan pertama kali dilakukan pada masa Rasulullah ﷺ dan pada pembangunan terakhir sedang berlangsung saat ini.
2. Keutamaan Raudhoh (Ruang yang terletak di antara rumah dan mimbar Rasulullah ﷺ serta keutamaan mimbar beliau)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:
“Ruang yang terletak di antara rumahku dan mimbarku adalah taman (raudhah) dari taman-taman Surga, sedangkan mimbarku berada di atas telagaku. [HR. Al-Bukhari: Shahiihul Bukhari (II/57) dan Muslim: Shahiihul Muslim (II/1011)]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah mengingatkan bahwa hadis ini shahih dan tercantum di dalam kitab Shahiihul Bukhari dan Shahiih Muslim, akan tetapi sebagian perawi meriwayatkannya secara maknawi, lalu ia berkata: “kuburku”. Kemudian, Syaikhul Islam menambahkan: “Padahal ketika menyampaikan sabda ini, beliau ﷺ belum dikubur.” Lihat kitabnya, Qaa’idah Jaliilah fit Tawassul wal Wasiilah (hlm. 172).
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata dalam rangka menerangkan kesimpulan dari pendapat-pendapat para ulama mengenai makna hadits di atas:
“Maksudnya, seperti taman Surga dalam hal turunnya rahmat dan perolehan kebahagiaan yang dihasilkan dan mulazamah (selalu hadir) pada halaqah-halaqah dzikir, terutama pada masa beliau ﷺ. Sehingga, sabda beliau itu merupakan perumpamaan tanpa menggunakan kata bantu (yaitu seperti).
Atau maknanya adalah mengerjakan ibadah di dalamnya akan mengantarkan ke Surga. Sehingga, sabda beliau tersebut merupakan majaz (kiasan).
Atau memang demikian zhahirnya, maksudnya bahwa ruang itu merupakan taman dalam artian yang hakiki (sebenarnya), yaitu dengan beralihnya tempat tersebut, di akhirat, ke Surga.”
[Fathul Baari (IV/100). Di sini, al-Hafizh mengutip dari sebagian ulama mengenai pembatasan jarak ruang yang ada di antara mimbar dan rumah beliau. Lihat pula Kitab Wafaaul Wafaa bi Akhbaar Daaril Musthafa, karya as-Samhudi (II/429-439).]
Bagaimanapun, disunnahkan bersungguh-sungguh mengerjakan shalat dan ibadah lainnya di Raudhah yang mulia ini, tanpa menyakiti orang lain atau berdesak-desakan.
[Hal ini berlaku bagi selain shalat fardhu, namun selain itu, barisan pertama tetap lebih utama.]
Mengenai sabda beliau ﷺ : “Dan mimbarku berada di atas telagaku,” mayoritas ulama menafsirkan:
”Maksudnya yaitu mimbar beliau yang ada di dunia.
Sementara maknanya adalah sengaja menuju mimbar beliau dan menghadirinya untuk ber-mulazamah (selalu mengerjakan) amal-amal shalih akan mengantarkan pelakunya ke telaga beliau dan membuatnya dapat meminum airnya.
Ada pula yang menafsirkan bahwa di sana (di akhirat, pent), beliau memiliki mimbar yang berada di atas telaga beliau.” [Syarhun Nawawi Li Shahiih Muslim [X/162) dengan saduran.] Wallahu a’lam.
3. Dibolehkannya melakukan perjalanan ibadah ke sana
Hal ini sebagaimana bolehnya melakukan perjalanan ibadah ke dua masjid lainnya. Bahkan, disunnahkan untuk menziarahinya dan melakukan shalat di dalamnya.
Disunnahkan juga bagi jamaah yang mengunjungi masjid Nabi atau orang-orang yang berada di dekatnya untuk menziarahi makam Rasulullah ﷺ dan makam kedua Sahabat beliau, yaitu Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu dan Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu.
Adab Berkunjung Ke Masjid Nabawi
Masjid Nabawi adalah salah satu masjid yang dibolehkan secara syar’i untuk menjadi tujuan wisata religi.
Maksud wisata religi di sini adalah melakukan bepergian secara khusus ke Masjid Nabawi dengan tujuan untuk melaksanakan ibadah di masjid tersebut untuk mendapatkan keutamaannya yang sangat besar.
Bagi setiap Muslim yeng berkunjung ke Masjid Nabawi harus mengetahui adanya sejumlah adab saat berada di sana. Sebagaimana ada adab bagi yang masuk masjid yang lain, apalagi masuk masjid nabawi. Di antara adab berkunjung ke Masjid Nabawi yang perlu diketahui setiap muslim adalah sebagai berikut:[i]
- Membersihkan diri, bersuci dan menggunakan wewangian serta mengindari bau yang tidak enak saat mengunjungi Masjid Nabawi.
- Memperbanyak shalawat dan salam saat di perjalanan menuju Masjid Nabawi.
Saat sedang menuju ke Masjid Nabi ﷺ untuk berziarah ke sana hendaknya sang penziarah memperbanyak shalawat dan salam dalam perjalanannya.
Selain itu juga menghadirkan dalam hatinya kemuliaan Madinah sebagai belahan bumi yang paling utama setelah Makkah menurut sebagian ulama dan menurut sebagian ulama lainnya Madinah adalah bagian bumi yang paling utama secara mutlak.
- Masuk masjid dengan mendahulukan kaki kanan dan saat keluar mendahulukan kaki kiri.
Saat sampai di pintu Masjid Nabi ﷺ maka dahulukanlah kaki kanan saat memasukinya. Hal ini sebagaimana dalam hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,
مِنَ السُّنَّةِ إِذَا دَخَلْتَ الْمَسْجِدَ أَنْ تَبْدَأَ بِرِجْلِكَ الْيُمْنَى، وَإِذَا خَرَجْتَ أَنْ تَبْدَأَ بِرِجْلِكَ الْيُسْرَى
”Termasuk sunnah jika kamu memasuki masjid dengan mendahulukan kaki kananmu. Dan jika kamu keluar kamu mendahulukan kaki kirimu.” [Hadits riwayat Al-Hakim, 1: 218. Al-Hakim berkata,”Shahih sesuai syarat Muslim”, dan Imam Adz-Dzahabi sepakat dengan penilaian Al-Hakim]
- Membaca dzikir saat masuk masjid.
Saat melangkahkan kaki kanan memasuki masjid ucapkanlah doa berikut:
أَعُوْذُ بِاللَّهِ الْعَظِيْمِ، وَبِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ، وَسُلْطَانِهِ الْقَدِيْمِ، مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، (بِسْمِ اللَّهِ، وَالصَّلاَةُ) (وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللَّهِ) اَللَّهُمَّ افْتَحْ لِيْ أَبْوَابَ رَحْمَتِكَ
A’uudzu billaahil ‘azhiim, wa biwajhihil kariim, wa sulthaanihil qodiim, minasy-syaithaanir-rajiim, (bismillaah, wash-shalaaatu) (was-salaamu ‘alaa rasuulillaah) allaahummaftah lii abwaaba rahmatik.
Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Agung, dengan wajah-Nya Yang Mulia dan kekuasaan-Nya yang abadi, dari setan yang terkutuk. Dengan nama Allah dan semoga shalawat dan salam tercurahkan kepada Rasulullah. Ya Allah, bukalah untukku pintu-pintu rahmat-Mu.
Doa ini adalah doa masuk seluruh masjid bukan hanya Masjid Nabawi karena tidak ada doa khusus masuk Masjid Nabawi.
- Shalat dua rakaat tahiyatul masjid
Setelah itu melakukan shalat dua rakaat tahiyatul masjid. Yang lebih utama adalah melakukannya di Raudhah Asy-Syarifah tanpa menganggu orang lain. Posisi Raudhah tersebut ada di antara mimbar Nabi ﷺ dan kamarnya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi ﷺ sebagaimana diriwayatkan dalam Ash-Shahihain:
مَا بَيْنَ بَيْتِى وَمِنْبَرِى رَوْضَةٌ مِنْ رِيَاضِ الْجَنَّةِ (رواه البخاري، رقم 1196 ومسلم، رقم 1391)
”Antara rumahku dan mimbarku terdapat Raudhah (taman) di antara taman-taman surga.” [Hadits riwayat Al- Bukhari, no. 1196 dan Muslim, no. 1391]
Di sana berdoa apa saja yang dia sukai baik untuk kebaikan urusan dunia maupun akhirat. Sedangkan dalam masalah shalat wajib hendaknya para peziarah dan selain mereka agar menjaga supaya bisa barisan pertama.
- Berziarah ke makam Nabi ﷺ , Abu Bakar dan Umar.
Setelah shalat tahiyatul masjid lantas berjalan untuk berziarah ke kuburan Nabi ﷺ dan kuburan dua orang sahabatnya, yaitu Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhuma dan berdiri menghadap ke kubur mulia tersebut degan menghadirkan dalam hatinya keagungan kedudukan orang yang berada di dalam kuburan yang ada di hadapannya.
Kemudian mengucapkan salam dengan mengatakan,
اَلسَّلامُ عَلَيْكَ يا رَسُولَ اللهِ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكاتُهُ
“ Assalaamu ‘alaika Yaa Rasulallahi wa Barakaatuh”
Kemudian mengucapkan shalawat kepada Nabi ﷺ dengan salah bentuk ucapan shalawat dari sekian macam bentuk yang ada. Misalnya:
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ وَ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa ‘ala ali Muhammad, kamaa shallaita ‘ala Ibrahim wa ‘ala aali Ibrahim, innaka Hamidum Majid. Wa barik ‘ala Muhammad wa ‘ala aali Muhammad, kama barakta ‘ala Ibrahim wa ‘ala aali Ibrahim, innaka Hamiidum Majid.
Ya, Allah. Berilah shalawat (pujian) kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberi shalawat kepada Ibrahim dan kepada keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia.
Dan berikanlah berkah kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberi berkah kepada Ibrahim dan kepada keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. [Hadits riwayat Al- Bukhari, Muslim, dan lainnya]
Setelah itu bergeser sedikit ke sebelah kanannya lalu mengucapkan salam kepada Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu dengan mengucapkan:[ii]
السَلَامُ عَلَيْكَ يَا أَبَا بَكْرٍ صَفِيَّ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وثانيه فِي الغَارِ جَزَاكَ اللهُ عَنْ أُمَّةِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْرًا
“Assalaamu alaika yaa Abaa Bakrin. Assalaamu alaika yaa Shafiyya Rasuulillaah wa tsaaniyahu fil ghaar. Jazakallaahu ‘an ummati Rasulillaahi shallallaahu ‘alaihi wa sallama khairan.”
Artinya: “semoga keselamatan terlimpah atas dirimu wahai Abu Bakar. Semoga keselamatan terlimpah atas dirimu wahai teman baik Rasulullah ﷺ. Semoga Allah memberikan balasan dengan kebaikan kepada dirimu atas (jasamu) terhadap umat Rasulullah ﷺ.”
Kemudian bergeser ke sebelah kanannya lagi lalu mengucapkan salam kepada Umar bin Al-Khathab radhiyallahu ‘anhu dengan mengatakan:
السَلَامُ عَلَيْكَ يَا عمر الَّذِيْ أَعَزَّ اللهُ بِهِ الإِسْلَامَ جَزَاكَ اللهُ عَنْ أُمَّةِ نَبِيِّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْرًا
Assalaamu ‘alaika yaa Umar alladzii a‘azzallahu bihil Islaam. Jazaakallaahu ‘an ummati Nabiyyihi shallallaahu ‘alaihi wa sallama khairan.
Artinya: “Semoga keselamatan terlimpah atas dirimu wahai Umar yang Allah telah memuliakan Islam dengannya. Semoga Allah memberikan balasan dengan kebaikan atas (jasamu) terhadap umat Nabi ﷺ .
Kemudian berdoa untuk mereka berdua dan memohonkan ridha untuk mereka berdua. Dahulu Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma apabila mengucapkan salam kepada Rasulullah ﷺ dan dua sahabatnya tersebut hanya mengucapkan:
السلام عليك يا رسول الله ، السلام عليك يا أبا بكر، السلام عليك يا أبتاه
“Assalaamu ‘alaika Yaa rasulallah. Assalaamu ‘alaika Yaa Abaa Bakrin. Assalaamu ‘alaika Yaa Abataah.”
Artinya: “Semoga keselamatan terlimpah atas dirimu wahau Rasulullah. Semoga keselamatan terlimpah atas dirimu wahai Abu Bakar. Semoga keselamatan terlimpah atas dirimu wahai Ayah.”
Setelah itu Ibnu Umar meninggalkan tempat tersebut.” [Hadits riwayat Al-Baihaqi]
Ucapan salam yang kami sebutkan tadi bukanlah merupakan sebuah nash yang bersifat mesti dipakai. Andaikan mengucapkan salam dengan bentuk yang lain pun tidak mengapa.
- Para pengunjung tidak disukai untuk meninggikan suaranya di dekat kubur untuk mengucapkan salam karena itu tidak beradab kepada Rasulullah ﷺ .
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلَا تَجْهَرُوا لَهُ بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ لَا تَشْعُرُونَ
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari. [Al-Hujurat: 2]
- Tidak disyariatkan bagi para peziarah untuk menghadap ke kubur saat berdoa.
Sesungguhnya berdoa menghadap ke kubur itu menyelisihi tata cara salaf radhiyallahu ‘anhum.
Yang disyariatkan adalah menghadap kiblat, memuji Allah Ta’ala, menyanjungnya dan berdoa untuk dirinya sendiri apa saja yang dia inginkan, juga berdoa untuk kedua orang tuanya serta siapa saja yang ingin dia doakan baik itu kerabatnya, para gurunya, para saudaranya dan seluruh kaum Muslimin.
- Tidak boleh meminta kepada Rasulullah ﷺ untuk memenuhi kebutuhannya atau memberikan jalan keluar untuk berbagai kesulitannya atau yang semacam itu yang masuk kategori tidak boleh dimohon kecuali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
- Memelihara shalat lima waktu di Masjid Nabawi
Hendaknya para pengunjung Masjid Nabawi berusaha keras untuk memelihara pelaksanaan shalat lima waktu di Masjid Nabi ﷺ . Hal ini mengingat besarnya keutamaan shalat di Masjid Nabawi sebagaimana sabda Nabi ﷺ:
صَلاَةٌ فِى مَسْجِدِى هَذَا خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ
“Shalat di masjidku (Masjid Nabawi) lebih baik dari 1000 shalat di masjid lainnya selain Masjidil Haram.” [Hadits riwayat Al-Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu]
- Memperbanyak dzikir, doa, shalat nafilah.
Para peziarah seyogyanya memanfaatkan waktunya selama berada di sana dengan memperbanyak dzikir kepada Allah, berdoa, membaca shalawat kepada Nabi ﷺ, membaca Al Quran dan melaksanakan shalat nafilah di luar waktu yang dilarang melakukan shalat nafilah, karena besarnya pahala yang akan didapatkan.
Sebaiknya memilih lokasi yang jauh dari kerumunan dengan menghadap kiblat dan dengan menjaga sikap yang khusyu’ dan dengan merendahkan diri kepada Allah Ta’ala.
- Disunnahkan bagi para peziarah agar menziarahi Masjid Quba’ dan shalat di dalamnya.
Hal ini karena Nabi ﷺ dahulu biasa mengunjungi Masjid Quba’ baik dengan berjalan kaki maupun dengan berkendaraan dengan naik hewan tunggangan kemudian shalat dua rakaat di dalamnya.
Nabi ﷺ bersabda dalam sebuah hadits:
من تطَهَّرَ في بيتِهِ , ثمَّ أتى مسجدَ قباءٍ ، فصلَّى فيهِ صلاةً ، كانَ لَهُ كأجرِ عمرةٍ.
”Siapa yang bersuci (berwudhu) di rumahnya kemudian mendatangi Masjid Quba’ lalu shalat di dalamnya satu shalat maka baginya seperti pahala umrah.” [Hadits riwayat Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shahih Ibni Majah no. 1168]
- Disunnahkan bagi para peziarah Masjid Nabawi untuk juga berziarah ke Al-Baqi’ dan Pekuburan para Syuhada’ Uhud.
Hal ini karena Nabi ﷺ dahulu biasa menziarahi mereka di gunung Uhud dan mendoakan mereka. Selain itu juga untuk mengingatkan sang hamba dengan akhirat dan berdoa dengan doa yang ma’tsur:
السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أهلَ الدِّيَارِ مِنَ المُؤْمِنينَ وَالمُسلمينَ، وَإنَّا إنْ شَاءَ اللهُ بِكُمْ لاَحِقُونَ نَسْأَلُ اَللهُ لَنَا وَلَكُمْ الْعَافِيَةَ.
Assalaamu ‘alaikum ahladdiyaar minal mukminiina wal muslimiin wa-innaa insyaa Allaahu bikum laahiquun nas-alullaaha lanaa walakumul ‘aafiyah.
Artinya: “Semoga keselamatan terlimpahkan kepada kalian para penghuni kubur, dari kaum mukminin dan muslimin. Sesungguhnya kami akan menyusul kalian insya Allah. Dan kami meminta Allah untuk kami dan kalian agar diberi keselamatan.” [Hadits riwayat Muslim]
Demikian tadi pembahasan tentang sejumlah adab berkunjung ke Masjid Nabawi. Kami memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar mengaruniakan kepada kita rahmat dan karunia-Nya sehingga kita semua mampu melaksanakan ibadah haji dan berziarah ke tempat-tempat tersebut. Semoga tulisan ini bermanfaat.
Demikian ulasan singkat mengenai keutamaan dan keberkahan Masjid Nabawi. Semoga Allah ﷻ berkenan memberikan kemanfaatan atas tulisan ini.
Referensi Penulisan
- Tentang Keutamaan Masjid Nabawi: Tabarruk Memburu Berkah Sepanjang Masa di Seluruh Dunia Menurut Al Quran dan As Sunnah, karya Dr. Nashir bin Abdurrahman bin Muhammad Al Juddai’, Penerbit: Pustaka Imam Syafi’i, hlm. 158-161. Dengan sedikit perubahan format penulisan.
[i] Lihat: https://www.alukah.net/web/alqseer/0/35884/ dan https://www.islamweb.net/ar/article/ dan http://www.alharamain.gov.sa serta https://islamqa.info/ar/answers/34464/
Incoming search terms:
- https://pusatjamdigital com/masjid/nabawi/ (6)
- hadis keutamaan shalat di masjid nabawi (1)