13 Fungsi Masjid Dalam Islam Lengkap Dengan Dalil dari quran dan hadits dari sunnah sejak zaman nabi hingga kini– Sudah dimaklumi, masjid memiliki kedudukan yang sangat agung dalam hati kaum Muslimin. Masjid juga memiliki keutamaan yang besar dan banyak.
Selain banyaknya keutamaan yang dimiliki, masjid memang merupakan institusi yang memiliki posisi strategis dalam kehidupan kaum Muslimin.
Nah, tulisan ini mengajak Anda untuk menyelami lebih jauh peranan dan fungsi masjid dalam Islam. Tentunya ini mengacu kepada praktek pertama kali yang dijalankan oleh Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam sebagai acuan utama dan role model bagi kaum Maslimin.
Ringkasan 13 Fungsi Masjid Zaman Nabi
Fungsi masjid pada dasarnya adalah sebagai tempat untuk shalat dan ibadah kaum Muslimin. Namun bila membaca sejarah kehidupan Nabi ﷺ kita dapati ternyata beliau ﷺ menggunakan masjid bukan sekedar sebagai tempat shalat dan ibadah. Banyak fungsi yang lainnya.
Secara singkat fungsi masjid yang pernah dijalankan oleh Rasulullah ﷺ adalah sebagai berikut:
- Sebagai tempat melaksanakan shalat dan ibadah lainnya
- Sebagai Tempat Pertemuan Kaum Muslimin dan Penguatan Ikatan di Antara Mereka
- Sebagai tempat mengajarkan dan menuntut ilmu yang bermanfaat
- Sebagai tempat pertemuan kaum Muslimin
- Sebagai tempat bermusyawarah
- Sebagai tempat menerima utusan dan mengirim utusan resmi negara
- Sebagai tempat pemberangkatan dan kepulangan tentara Islam
- Sebagai tempat menawan tawanan perang
- Sebagai tempat pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia
- Sebagai tempat pengadilan
- Sebagai tempat rumah sakit militer darurat
- Sebagai tempat perlindungan (shelter) untuk orang fakir dan asrama sementara bagi ibnu sabil.
- Sebagai tempat akad nikah dan walimah
Dalil Fungsi Masjid dan Perannya Dalam Sejarah Islam:
1. Ayat & Hadits Masjid Sebagai Tempat Ibadah Shalat dan Ibadah Lainnya
Fungsi paling mendasar dan utama dari berbagai jenis masjid memang untuk melaksanakan shalat juga berbagai bentuk ibadah lainnya. Ini sebagaimana firman Allah Ta’ala:
فِى بُيُوتٍ أَذِنَ ٱللَّهُ أَن تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا ٱسْمُهُۥ يُسَبِّحُ لَهُۥ فِيهَا بِٱلْغُدُوِّ وَٱلْءَاصَالِ
“Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang.” [An Nur: 36]
Sedangkan dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak ditemukan keterangan tentang pelaksanaan shalat berjamaah di masjid. Di antaranya adalah hadits berikut ini:
مَنْ رَاحَ إِلَى مَسْجِدِ الْجَمَاعَةِ فَخَطْوَةٌ تَمْحُو سَيِّئَةً، وَخَطْوَةٌ تُكْتَبُ لَهُ حَسَنَةٌ، ذَاهِبًا وَرَاجِعًا
”Barangsiapa yang berangkat menuju masjid untuk shalat berjamaah, maka satu langkah akan menghapus dosa dan langkah berikutnya dicatat sebagai kebaikan, baik pada saat berangkat maupun kembali.” (HR. Ahmad, dan dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir).
Bentuk bentuk ibadah lain yang sering dilakukan di masjid adalah I’tikaf. Ini merupakan sunnah yang sangat besar keutamaannya sehingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah meninggalkannya saat di Madinah.
Ibadah lainnya yang bernilai lebih besar bila dilakukan di masjid adalah membaca al Quran. Ini berdasarkan hadits:
مَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِيْ بَيْتٍ مِنْ بَيُوْتِ اللَّهِ يَتْلُوْنَ كِتَابَ اللًّهِ وَيَتَدَارَسُوْنَ بَيْنَهُم إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَذَكَرَهُمُ اللُّه فِيْمَنْ عِنْدَهُ
“Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah (masjid) sambil membaca Al-Qur’an dan saling bertadarus bersama-sama, niscaya akan turun ketenangan atas mereka, rahmat Allah akan meliputi mereka, para malaikat akan mengelilingi mereka dan Allah menyebut mereka di kalangan Malaikat yang ada di sisi-Nya.” [Hadits Riwayat Muslim, no 2699]
2. Hadits Masjid Sebagai Tempat Pertemuan Kaum Muslimin dan Penguatan Ikatan di Antara Mereka
Masjid menjadi sarana pertemuan dan penguatan hubungan di antara anggota masyarakat Muslim. ini bisa dilakukan dengan menjalankan shalat lima waktu di masjid setiap hari.
Dengan senantiasa shalat berjamaah di masjid, intensitas pertemuan diantara mereka menjadi tinggi. Hal ini tentu berpengaruh terhadap tingkat keeratan hubungan di antara mereka.
Setiap bertemu dengan sesama Muslim, kita disunnahkan untuk saling bersalaman. Ini sebagaimana sabda rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إِلاَّ غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَتَفَرَّقَا
“Tidaklah dua orang muslim yang bertemu lalu berjabat tangan, melainkan dosa keduanya sudah diampuni sebelum mereka berpisah.” (HR. Abu Daud no. 5212 dan at-Tirmidzi no. 2727, dishahihkan oleh al-Albani).
Selain menggugurkan dosa, bersalaman antara dua muslim yang sedang bertemu juga akan menumbuhkan rasa cinta di antara mereka. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh para ulama salaf.
Al-Hasan al-Bashri rahimahullah berkata: “Berjabat tangan itu dapat menambah kecintaan”.
Kemudian, dengan senantiasa mendatangi masjid untuk shalat berjamaah, kaum Muslimin akan dididik untuk menjalankannya dengan benar sesuai sunnah. Di antara sunnah shalat berjamah adalah meluruskan dan merapatkan barisan shalat.
Lurus dan rapatnya barisan shalat adalah sebab bersatunya hati orang-orang yang shalat. Dan bengkoknya shaf dapat menyebabkan berselisihnya hati mereka. Hal ini berdasarkan hadits dari Abu Mas’ud radhiallahu’anhu, ia berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْسَحُ مَنَاكِبَنَا فِي الصَّلاةِ وَيَقُولُ : ( اسْتَوُوا , وَلا تَخْتَلِفُوا فَتَخْتَلِفَ قُلُوبُكُمْ
“Dahulu Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam memegang pundak-pundak kami sebelum shalat, lalu beliau bersabda, “Luruskanlah (shaf) dan jangan bengkok, sehingga hati-hati kalian nantinya akan bengkok (berselisih) pula.” (HR. Muslim, no. 432).
Bila demikian halnya, masjid memiliki peranan yang begitu besar dalam menumbuhkan dan menguatkan hubungan, rasa cinta, persaudaraan dan kesatuan hati di antara kaum Muslimin. Caranya sangat mudah dan praktis. Sungguh ini merupakan kemudahan dari Allah subhanahu wa Ta’ala. Namun kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.
3. Hadits Masjid Sebagai Tempat Pengajaran Berbagai Ilmu yang Bermanfaat.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam berbagai hadits sering mendorong kaum Muslimin untuk menjadikan masjid sebagai tempat mereka belajar ilmu. Ini karena banyak sekali keutamaan yang mereka peroleh dengan belajar ilmu di masjid. Di antaranya adalah dalam hadits berikut:
Dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ لا يُرِيدُ إِلا أَنْ يَتَعَلَّمَ خَيْرًا أَوْ يُعَلِّمَهُ، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَاجٍّ تَامًّا حَجَّتُهُ
“Siapa yang berangkat ke masjid yang ia inginkan hanyalah untuk belajar kebaikan atau mengajarkan kebaikan, ia akan mendapatkan pahala haji yang sempurna hajinya.”
[HR. Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir, 8: 94. Syaikh Al-Albani dalam Shahih At-Targhib wa At-Tarhib, no. 86 menyatakan bahwa hadits ini hasan shahih]
Ini hanyalah salah satu dari sekian banyak hadits dalam masalah ini.
4. Dalil Masjid Sebagai Tempat Menerima Utusan Negara Lain
Menurut Sami bin Abdullah Al-Magluts, penulis Atlas Sejarah Nabi dan Rasul, salah satu tiang Masjid Nabawi ada yang dinamakan dengan Tiang Duta. Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam biasa menemui para utusan negara lain di sana.
أسطوانة الوفود : وهي ملاصقة لشباك الحجرة الشريفة، سميت بذالك لأن النبي صلى الله عليه وسلم كان يجلس عندها لوفيد العرب القادمة عليه.
“Tiang Duta: Posisinya menempel dengan jendela kamar Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam. Dinamakan demikian karena Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam biasa duduk di samping tiang tersebut ketika menemui duta bangsa Arab yang datang kepadanya.” (Al-Maghluts, Atlas Al-Hajj wal Umrah, hlm. 247).
5. Dalil Masjid Sebagai Tempat Pemberangkatan Utusan Resmi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam Sebagai Kepala Negara ke Suatu Wilayah
Sebagaimana saat menerima duta dari negara lain, Rasulullah menggunakan masjid sebagai tempat untuk menerima mereka.
Demikian juga halnya ketika Rasulullah mengirim utusan ke suatu wilayah di luar Madinah. Sebagai contoh adalah pengiriman Muadz bin Jabal dan Abu Musa Al Asy’ari ke Yaman.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memakai masjid sebagai markas pemberian tugas dan arahan terkait tugas tersebut. Saat itu, kantor pusat pemerintahan Islam adalah Masjid Nabawi.
Sehingga urusan-urusan resmi kenegaraan semacam penerimaan utusan dari negara lain atau mengirim utusan resmi ke luar wilayah Madinah diselenggarakan di masjid.
6. Dalil Masjid Sebagai Tempat Bermusyawarah Urusan Umat dan Negara
Melakukan musyawarah dalam urusan umat dan negara memang merupakan kebiasaan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan tempat penyelenggaraan musyawarah penting semacam ini adalah di masjid.
Ini berarti masjid menjadi semacam markas besar para petinggi Negara. Ini sebagaimana diterangkan oleh Dr. Akram Dhiya’ al ‘Umari.
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin mendapatkan masukan dari mereka dalam hal yang tidak ada petunjuk wahyu, seperti masalah perang, dan masalah-masalah penting lain yang menyangkut umat. (Ibnu Taimiyah, As-Siyasah Asy-Syar’iyyah: 134).
Tujuan lainnya adalah untuk melatih mereka memikirkan persoalan-persoalan yang tengah dihadapi oleh negara dan masyarakat sehingga diharapkan di tengah-tengah mereka akan muncul para komandan yang hebat dan para pengatur siasat yang handal.
Dengan demikian mereka akan punya rasa tanggung jawab terhadap masalah-masalah yang bersifat umum dan ikut ambil bagian dalam memecahkannya.[1]
7. Hadits Masjid Sebagai Tempat Menahan Tawanan Perang
Pada saat itu belum ada tempat khusus untuk menempatkan tahanan perang. Penempatan tahanan perang di masjid kemungkinan karena ada tujuan dan pertimbangan tertentu di balik itu. Hanya saja bukan di sini tempatnya mengkaji persoalan tersebut.
“Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengirim pasukan berkuda mendatangi wilayah Nejed. Pasukan itu lalu kembali dengan membawa seorang laki-laki dari Bani Hanifah yang bernama Tsumamah bin Utsal.
Mereka kemudian mengikat laki-laki itu di salah satu tiang masjid. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam lalu keluar menemuinya dan bersabda, “Lepaskanlah Tsumamah.”
Tsumamah kemudian masuk ke kebun kurma dekat masjid untuk mandi. Setelah itu ia kembali masuk ke masjid dan mengucapkan, “Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.” (HR. Al-Bukhari no. 442)
8. Masjid Sebagai Tempat Proses Peradilan
Banyak kasus di masyarakat yang diselesaikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tempat untuk memprosesnya adalah di masjid. Di antara contoh praktek penyelesaian masalah peradilan di masjid adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Al Bukhari rahimahullah.
“Orang-orang Yahudi menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan membawa seorang laki-laki dan seorang perempuan yang telah berzina.
Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada mereka, ‘Apa yang kalian lakukan kepada orang yang berzina?’ Mereka menjawab, ‘Kami mencoret-coret wajah keduanya dengan warna hitam dan memukulnya.’
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Apakah kalian tidak menemukan hukuman rajam di dalam Taurat?’ Mereka menjawab, ‘Kami tidak mendapatkannya sedikit pun.”
Maka Abdullah bin Salam berkata kepada mereka, ‘Kalian berdusta, datangkanlah Taurat kalian dan bacalah jika kalian orang-orang yang jujur.’
Maka mereka pun meletakan kitab yang mereka pelajari. Di antara mereka ada yang menutupi ayat rajam dengan tangannya. Lalu dia dengan cepat membaca apa yang ada disamping kanan kirinya tanpa membaca ayat rajam.
Abdullah bin Salam pun segera menyingkirkan tangannya, seraya berkata,” Apa ini?”. Tatkala mereka melihat hal itu, mereka menjawab,” ‘Ini adalah ayat rajam.’
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh untuk merajam keduanya di dekat kuburan di samping masjid. Kata Abdullah; ‘Aku melihat lelakinya melindungi dan menutupi wanitanya dari lemparan batu dengan cara membungkukkan badannya.’ [HR. Al-Bukhari no. 4190]
9. Dalil Masjid Sebagai Pusat Komando dan Pengendalian Mujahidin
Setiap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam mengutus satuan tempur untuk melakukan suatu operasi militer, maka tempat penentuan para anggota satuan tersebut, komandannya, dan misi utamanya adalah di masjid.
Demikian juga dengan pemberian briefing pemberangkatan dan wasiat kepada seluruh pasukan adalah di masjid.
Setelah pasukan tersebut menjalankan tugas dan menyelesaikan misinya, mereka biasanya kembali ke markas utamanya, yaitu masjid, sebelum pulang ke rumah masing-masing, untuk melaporkan pelaksanaan operasi yang mereka emban.
Di antara contoh yang paling komplit sejarahnya dalam masalah ini adalah saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggil ‘Amr bin ‘Ash radhiyallahu ‘anhu untuk menjadi komandan pasukan dalam perang Dzatu Salasil.
Di dalam hadits yang panjang tersebut disampaikan bagaimana Rasulullah memberikan arahan kepada Amr bin ‘ash setelah menunjuknya sebagai komandan dan menjelaskan misinya.
Jalannya pertempuran juga terekam dengan baik hingga usai pertempuran. Termasuk laporan paska pelaksanaan tugas tersebut juga ada.
10. Dalil Fungsi Sebagai Tempat Pelatihan Untuk Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia
Salah satu bentuk pelatihan yang pernah dilakukan dan terekam dalam hadits adalah pelatihan ketrampilan bermain tombak.
Ini merupakan bentuk training untuk meningkatkan kualitas tentara Islam saat itu. Tujuannya jelas untuk menghasilkan mujahidin yang sangat terlatih menggunakan senjata.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ternyata membiarkan para sahabat menggunakan masjid sebagai tempat pelatihan senjata.
“Dari Urwah bin Zubair ia berkata, ‘Aisyah berkata, “Demi Allah, saya melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri di pintu kamarku, sementara orang-orang Habasyah sedang bermain tombak di masjid Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Maka beliau menutupiku dengan kainnya agar aku dapat melihat permainan mereka. Kemudian beliau berdiri (agar aku lebih leluasa melihat), sampai aku sendiri yang berhenti melihatnya.” [HR Muslim: 2/609]
Dengan demikian, masjid boleh digunakan untuk berbagai kegiatan yang bermanfaat bagi kaum Muslimin selama tidak melanggar syari`at.
Melakukan berbagai bentuk pelatihan, workshop untuk pengembangan SDM kaum Muslimin jelas bermaanfaat. Hanya saja dalam pelaksanannya tetap harus menjaga ketentuan syariat dan adab di dalam masjid.
11. Dalil Masjid Sebagai Tempat Layanan Medis
Dr. Ali Muhammad Ash Shalabi -seorang ahli sejarah Islam terkemuka – menjelaskan awal mula munculnya rumah sakit militer pertama dalam Islam.
Rumah sakit militer tersebut masih dalam bentuk yang sangat sederhana, yaitu pendirian kemah khusus untuk merawat orang-orang yang sakit dan terluka selama perang Khandaq /Ahzab.
Dr. Ali Ash Shalabi berkata,”Kaum Muslimin mendirikan rumah sakit Islam militer pertama pada waktu perang Ahzab. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah membuat kemah di masjidnya yang mulia di Madinah ketika roda perang Ahzab mulai berputar.
Kemudian beliau memerintahkan Rufaidah al Aslamiyah Al Anshariyah agar menjadi kepala rumah sakit nabawi militer tersebut. Dengan demikian, Rufaidah Al Aslamiyah merupakan perawat militer pertama dalam Islam.[2]
12. Dalil Masjid Sebagai Tempat Bernaung Bagi Orang Fakir dan Ibnu Sabil.
Masjid di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah difungsikan untuk menjadi tempat tinggal sebagian Muhajirin yang telah kehilangan tempat tinggal dan harta benda karena hijrah dari Mekah. Mereka ada yang tidak mampu untuk membangun rumah di Madinah karena kondisi ekonominya yang lemah.
Demikian pula dengan utusan dari berbagai daerah yang datang hendak menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga ditempatkan di masjid sebagai penginapan mereka sementara waktu.
Tempat untuk asrama orang -oang fakir dari kalangan Muhajirin dan penginapan bagi para utusan dari luar Madinah itu disebut oleh Nabi dengan Ash Suffah.
Pembuatan Shuffah itu dilakukan pas ada momentum pemindahan kiblat dari Baitul Maqdis ke Ka’bah. Peristiwa itu terjadi pada 16 bulan sesudah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah ke Madinah.[3]
13. Sebagai Tempat Akad Nikah dan Walimah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menyelenggarakan akad nikah seorang Muslimah dengan seorang sahabat nabi dengan mahar berupa sejumlah surat yang telah dihafal. Akad ini berlangsung di masjid. Ini dalam hadits riwayat Al Bukhari no 5029.
Demikian pula Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah menggunakan sebuah ruangan di masjid yang disebut dengan Ash Shufah untuk walimahan.
Ini sebagaimana dinukil oleh Dr. Akram Dhiya’ Al Umari berdasarkan hadits riwayat Muslim, di dalam Shahih Muslim, Kitab Nikah, no 94.
Dr. Akram berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menggunakan tempat tersebut untuk keperluan penyelenggaraan walimah yang dihadiri sebanyak tiga ratus orang.
Kendatipun sebagian tamu undangan yang datang ada yang duduk di kamar-kamar istri beliau yang tembus dengan bangunan masjid.”[4]
Fungsi Masjid dalam Kehidupan Kaum Muslimin di Masa Kini
Pada perkembangannya, 13 fungsi masjid tidak dapat seluruhnya dilaksanakan pada masa kini.
Akhirnya, ada beberapa hal yang tidak dapat dilaksanakan. Dan setidaknya masih ada 8 fungsi Masjid dalam kehidupan kaum muslimin di masa kini:
- Sebagai tempat ibadah
- Sebagai Tempat Pertemuan Kaum Muslimin dan Sarana Memperkokoh Ukhuwah Islamiyah
- Sebagai tempat menuntut ilmu
- Sebagai tempat bermusyawarah
- Sebagai Tempat Pengembangan SDM
- Sebagai Tempat Layanan Kesehatan
- Sebagai Tempat Bernaung Orang Fakir dan Ibnu Sabil.
- Sebagai Tempat Penyelenggaraan Akad Nikah dan Walimah.
Meski secara umum fungsi masjid hari ini seperti ini, ada beberapa faktor yang menjadikan kebijakan setiap masjid berbeda. Semua menjadi tanggungjawab para pengurus takmir masjid setempat.
Fungsi Masjid di Zaman Nabi ﷺ yang Tidak Memungkinkan Dijalankan pada Masa Kini
Daftar fungsi tersebut sebatas yang berhasil kami ringkas dari kajian sejarah hidup Nabi ﷺ. Bisa saja para pengkaji sejarah Islam yang lebih luas dan mendalam mendapati lebih dari itu.
Dari 13 fungsi tersebut, ada sejumlah fungsi yang untuk saat ini belum memungkinkan untuk kembali dijalankan oleh kaum Muslimin sebagai anggota masyarakat yaitu:
- Masjid sebagai tempat menerima utusan resmi suatu negara
- Masjid sebagai tempat pemberangkatan utusan resmi negara
- Masjid sebagai tempat tahanan tawanan perang
- Masjid sebagai tempat pengadilan
- Masjid sebagai markas pemberangkatan dan tempat kembali tentara Islam
Kelima hal di atas pada zaman Nabi ﷺ bisa dijalankan karena memang saat itu Nabi ﷺ menjadikan masjid bukan hanya sebagai tempat ibadah, aktifitas sosial dan pendidikan.
Nabi dalam kapasitasnya sebagai kepala pemerintahan Islam saat itu memang menjadikan masjid sebagai pusat aktifitas pemerintahannya. Beliau tidak membangun sebuah lembaga yang terpisah dari masjid.
Sementara saat ini, dengan berkembangnya kompleksitas urusan kehidupan, persoalan-persoalan di atas dikelola secara khusus oleh lembaga negara tersendiri secara terpisah. Untuk saat ini, masjid tidak memungkinkan untuk menangani kelima hal di atas.
Rereferensi Penulisan:
[1] Lihat: Seleksi Sirah Nabawiyah: Studi Kritis Muhadditsin terhadap Riwayat Dhaif, Dr. Akram Dhiya’ Al Umari, Darul Falah, Jakarta, halaman 457-458.
[2] Lihat: Sirah Nabawiyah: ‘Ardhu waqai’ wa Tahlilu Ahdats, oleh Dr. Ali Muhammad Ash Shalabi, Darul Makrifah, Beirut, Lebanon, 1429 H/ 2008 M. Halaman 615-616.
[3] Lihat: Seleksi Sirah Nabawiyah: Studi Kritis Muhadditsin terhadap Riwayat Dhaif, Dr. Akram Dhiya’ Al Umari, Darul Falah, Jakarta, halaman 264-265.
[4] Ibid, hal. 265
Incoming search terms:
- https://pusatjamdigital com/masjid/fungsi/ (7)
- hadistentang pemanfaatan masjid (2)
- fungsi masjid (1)