Hukum Membawa Anak Kecil Ke Masjid – Sejak lama, telah terjadi pro kontra membawa anak kecil ke masjid untuk ikut shalat berjamaah. Sebagian orang tua -secara emosional- melarang keras sampai pada tingkat alergi dengan adanya anak kecil di masjid.
Sebagian orang tua -di sisi lain- cenderung membiarkan anaknya yang masih kecil tanpa kendali bermain di masjid saat shalat sedang berlangsung. Toleransinya begitu besar sehingga tidak mempertimbangkan aspek umur dan upaya untuk mengendalikan mereka saat di masjid agar tindak mengganggu shalat jamaah.
Tulisan ini berusaha memberikan penjelasan ringkas tentang tinjauan hukum membawa anak kecil ke masjid. Apakah dilarang secara total? Ataukah ada kebolehan dengan memperhatikan ketentuan syar’i yang ada? Semoga tulisan ini bisa memberikan tambahan pengetahuan yang bermanfaat dalam masalah ini.
Daftar Isi
Batasan Anak Kecil
1. Tinjauan bahasa
Kata الصِّبيانُ (Ash Shibyan) adalah bentuk jamak dari lafazh صَبيّ (Shabiy) yang dalam lafazh Arab berarti anak kecil dengan batasan sejak baru dilahirkan hingga disapih.
2. Tinjauan fikih
Sedangkan ahli fikih berpendapat bahwa Shabiy adalah anak yang belum baligh. [Lisanul ‘Arab: XIV/450; Ad Durrun Naql karya Ibnu Abdil Hadi: I/170; Al Asybah wan Nazhair karya As Suyuthi: hal. 311; Fathul Bari: II/346]
Pendapat ini diperkuat hadits ini:
مُرُوا الصَّبِيَّ بِالصَّلَاةِ إِذَا بَلَغَ سَبْعَ سِنِيْنَ
“Perintahkanlah anak kecil agar shalat jika dia telah mencapai usia 7 tahun.” [HR Abu Daud: 494 dan At Tirmidzi: 407. At Tirmidzi berkata,’Hadits hasan shahih.’]
Beliau ﷺ menamakan anak kecil tersebut dengan shabiy, padahal usianya telah menginjak 7 tahun.[1]
Hukum Membawa Anak Kecil ke Masjid
Berikut ini pendapat para ulama 4 madzhab yang termasyhur tentang masalah membawa anak kecil ke masjid:
1. Madzhab Hanafi
Apabila dapat diperkirakan bahwa mereka akan membuat masjid terkena suatu najis, maka membawa mereka masuk ke dalam masjid hukumnya makruh tahrim (makruh yang lebih dekat dengan haram). Namun jika tidak, maka hukumnya makruh tanzih (makruh yang sebaiknya dihindari).
2. Madzhab Maliki
Boleh-boleh saja mengajak anak kecil untuk masuk ke dalam masjid apabila ia tidak membuat kegaduhan atau langsung berhenti dari kegaduhannya jika dilarang.
Namun apabila tidak seperti itu maka diharamkan untuk membawanya, sebagaimana diharamkan pula untuk membawa orang gila untuk masuk ke dalam masjid jika dengan membawanya akan menyebabkan masjid terkena suatu najis.
3. Madzhab Syafi’i
Dibolehkan untuk membawa anak kecil yang belum mumayiz (di bawah 7 tahun) untuk masuk ke dalam masjid, begitu juga dengan orang gila yang dapat dijamin tidak akan mengotori masjid, tidak mengganggu orang-orang yang ada di dalamnya, dan tidak pula membuka-buka auratnya.
Adapun untuk anak kecil yang sudah mumayiz (usia tujuh tahun), ia boleh dibawa untuk masuk ke dalam masjid jika tidak membawa mainannya, namun jika membawa maka diharamkan.
4. Madzhab Hanbali
Dimakruhkan bagi siapa pun untuk membawa anak kecil yang belum mumayiz untuk masuk ke dalam masjid jika tidak ada kepentingannya. Namun jika ada keperluan seperti untuk diajarkan cara menulis maka tidak dimakruhkan. Hukum ini juga berlaku terhadap orang yang kurang waras.[2]
Pendapat Syaikh Abdullah bin Shalih Al Fauzan
Untuk menimbang berbagai pendapat di atas, ada baiknya disampaikan di sini pandangan Syaikh Abdullah bin Shalih Al Fauzan, salah satu tokoh ulama besar Saudi Arabia.
Beliau berpandangan bahwa membawa anak kecil ke masjid itu diperbolehkan. Beliau tidak sepakat dengan pendapat yang melarang mereka karena khawatir ada najis di tubuh mereka.
Syaikh Al Fauzan berkata,’Apabila anak kecil itu telah mumayiz yaitu telah berusia 7 tahun, maka walinya dapat membawanya ke majid. Karena walinya diperintahkan untuk menugasi anaknya agar melaksanakan shalat jika dia telah mencapai usia ini.
Pernyataan tersebut sesuai dengan hadits yang diriwayatkan dari Sabrah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,’Rasulullah ﷺ bersabda:
مُرُوا الصَّبِيَّ بِالصَّلَاةِ إِذَا بَلَغَ سَبْعَ سِنِيْنَ ، وَإِذَا بَلَغَ عَشْرَ سِنِيْنَ فَاضْرِبُوْهُ عَلَيْهَا
“Perintahkanlah anak kecil agar shalat jika dia telah mencapai usia tujuh tahun. Dan jika telah mencapai usia 10 tahun maka pukullah dia karena meninggalkan shalat.” [HR Abu Daud: 494 dan At Tirmidzi: 407. At Tirmidzi berkata,’Hadits hasan shahih.’]
Hadits ini mengandung dua masalah atau perkara pokok yang hendak disampaikan kepada kita, sebagai berikut:
- Wali anak kecil yang terdiri dari ayah, kakek dan saudara laki-laki, orang yang diwasiati dan selain mereka itu diperintahkan oleh Syara’ (baca: Syariat Islam) untuk menyuruh anak kecil melakukan shalat, baik anak laki-laki maupun anak perempuan.
Serta mengajari mereka syarat-syarat dan rukun-rukun yang dibutuhkan guna mencapai keabsahan shalat. Shalat ini diperintahkan ketika seorang anak genap berusia tujuh tahun, karena kondisi tamyiz biasanya terjadi pada saat usianya sudah mencapai tujuh tahun.
- Anak kecil diizinkan masuk ke dalam masjid karena masjid adalah tempat menunaikan shalat bagi siapa saja. Di dalamnya juga diisyaratkan bahwa wali seorang anak harus membiasakannya diajak ke masjid untuk menghadiri shalat berjamaah serta memerintahkannya shalat di sampingnya.
Tujuannya, agar si anak tumbuh di atas kecintaan kepada ibadah dan keterkaitan dengan masjid sehingga perbuatan ini akan menjadi mudah dilakukannya setelah dewasa nanti.
Apabila anak kecil itu belum mumayyiz, maka disebutkan di dalam nash-nash syariat keterangan yang menunjukkan diperbolehkannya dia memasuki masjid.
Nash-nash tersebut shahih dan cukup jelas, meskipun diriwayatkan oleh sejumlah shahabat radhiyallahu ‘anhum dengan lafazh yang berbeda-beda.
Di antaranya adalah hadits riwayat Abu Qatadah Al Anshari radhiyallahu ‘anhu:
“Bahwa Rasulullah ﷺ shalat sambil menggendong Umamah putri Zainab binti Rasulillah ﷺ dari (suaminya) Abul ‘Ash bin Rabiah bin Abdi Syams. Apabila sujud, beliau meletakkannya dan apabila berdiri, beliau menggendongnya.”
Dalam riwayat lain tertera: “Aku pernah melihat Nabi ﷺ mengimami orang-orang dan saat itu Umamah binti Abil ‘Ash berada di atas pundak beliau…” [HR Al Bukhari: 516 dan Muslim: 542, dan riwayat tersebut milik Muslim]
Ada dua perkara pokok yang ditunjukkan hadits ini:
- Dibolehkan menghadirkan anak kecil ke masjid sekalipun dia masih sangat kecil. Pernyataan ini berdasarkan keterangan yang terdapat pada sebagian riwayat:
“Ketika kami sedang duduk di dalam masjid, Rasulullah ﷺ keluar menemui kami sambil menggendong Umamah… dan saat itu Umamah masih bayi…” [HR Abu Daud: 918 dengan sanad shahih]
Selain boleh menghadirkan anak kecil ke masjid, juga boleh menggendongnya ketika melakukan shalat, sekalipun dalam shalat fardhu. Ketentuan ini berdasarkan perkataan perawi: “Aku pernah melihat Nabi ﷺ mengimami orang-orang…”
- Pakaian maupun tubuh anak kecil itu suci selama tidak diketahui najisnya. Atas dasar inilah maka tidak boleh melarang anak-anak hadir di masjid hanya karena terdapat kemungkinan mereka akan menajisi masjid.[3]
Demikian penjelasan singkat tentang hukum membawa anak kecil ke masjid. Pada dasarnya diperbolehkan membawa anak kecil ke masjid, terutama bila sudah mencapai usia 7 tahun.
Namun wali anak, baik orang tua atau yang lainnya harus mampu mengendalikan anak kecil tersebut agar tidak menimbulkan gangguan kepada jamaah shalat. Dapat juga orang tua mengajarkan adab ketika di masjid kepada anaknya.
Hukum Anak Bermain di Masjid
Fitrah anak-anak adalah suka bermain. Mereka tidak pandang tempat dan waktu. Yang menjadi persoalan adalah bagaimana bila mereka menjadikan masjid sebagai tempat bermain? Sementara masjid bukanlah tempat yang layak untuk bermain.
Tulisan berikut ini adalah penjelasan ringkas yang diambil dari situs tanya jawab Islam yang berada di bawah pengawasan Syaikh Muhammad bin Shalih Al Munajid.
Fungsi Utama Masjid adalah Sebagai tempat Ibadah
Masjid adalah rumah Allah yang didirikan hanyalah untuk mengingat-Nya dan beribadah kepada-Nya. Disyariatkan kepada kaum Muslimin agar mensucikan masjid dan membersihkannya dari segala hal yang akan mengotorinya.
Allah Ta’ala berfirman:
فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَنْ تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ * رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ
“ (Cahaya itu)di rumah-rumah yang di sana telah Diperintahkan Allah untuk memuliakan dan menyebut nama-Nya, di sana bertasbih (menyucikan) nama-Nya pada waktu pagi dan petang.
Orang yang tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli dari mengingat Allah, melaksanakan shalat, dan menunaikan zakat. Mereka takut kepada hari ketika hati dan penglihatan menjadi guncang (hari Kiamat)” [An Nuur: 36-37]
Masjid Bisa Dipakai untuk Aktifitas Mubah Selain Ibadah
Meskipun masjid itu fungsi dasarnya adalah sebagai tempat berdzikir kepada Allah dan beribadah kepada-Nya, namun manusia tidak dilarang untuk berkumpul di masjid.
Selain itu bisa juga berbicara hal yang mubah, makan dan minum serta bergembira di masjid khususnya pada hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.
Namun dengan ketentuan tidak menjadikan hal itu sebagai sebuah tradisi yang dilakukan di masjid sehingga tidak menyimpang dari tujuan utama didirikannya masjid yaitu untuk berdzikir kepada Allah, menegakkan shalat, membaca Al Quran dan mengadakan majlis ilmu.
Kapan bermain di masjid tidak boleh?
Adapun menjadikan masjid sebagai area bermain anak-anak secara teratur dan terus menerus di luar waktu shalat wajib maka itu tidak boleh. Bahkan itu merupakan kemungkaran yang nyata.
Karena hal itu akan menyempitkan dada orang-orang yang shalat pada waktu tersebut dan menghilangkan tujuan utama didirikannya masjid.
Selian itu juga akan menimbulkan sikap tidak menghormati masjid. Masjid menjadi rentan terhadap berbagai kotoran dan najis, kadang-kadang.
Barang-barang yang ada di masjid rentan terhadap kerusakan. Demikian juga dengan mushaf Al-Quran dan buku-buku agama rentan terhadap gangguan anak-anak.
Biasanya, anak-anak itu apabila dibebaskan tidak bisa menahan diri dari merusak sesuatu dan menghancurkannya serta mengacak-acak tempat mereka bermain.
قال شيخ الإسلام ابن تيمية رحمه الله :
” يُصَانُ الْمَسْجِدُ عَمَّا يُؤْذِيهِ وَيُؤْذِي الْمُصَلِّينَ فِيهِ حَتَّى رَفْعُ الصِّبْيَانِ أَصْوَاتَهُمْ فِيهِ وَكَذَلِكَ تَوْسِيخُهُمْ لِحُصْرِهِ وَنَحْوِ ذَلِكَ ، لَا سِيَّمَا إنْ كَانَ وَقْتَ الصَّلَاةِ فَإِنَّ ذَلِكَ مِنْ عَظِيمِ الْمُنْكَرَاتِ ”
انتهى من “مجموع الفتاوى” (22/204) .
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,” Masjid harus dijaga dari apa saja yang mengganggunya dan orang-orang yang shalat di dalamnya. Hingga meskipun dari anak-anak yang berteriak-teriak di dalamnya.
Demikian pula harus dijaga agar mereka tidak mengotori dengan menahan dari kencing atau berak di masjid dan yang semacam itu. Apalagi pada waktu shalat, sesungguhnya hal itu termasuk kemungkaran yang besar.” [Majmu’ Al Fatawa: 22/204][iv]
Semoga tulisan ini bermanfaat.
Referensi Penulisan:
[i] Lihat: Fikih Seputar Masjid karya Syaikh Abdullah bin Shalih Al Fauzan, Pustaka Imam Syafi’i, Desember 2018, cetakan ketiga. Halaman: 107.
[ii] Lihat: Fikih Empat Madzhab, karya Syaikh Abdurrahman Al Juzairi, Pustaka Al Kautsar, Jilid 1, halaman 495-496.
[iii] Lihat: Fikih Seputar Masjid karya Syaikh Abdullah bin Shalih Al Fauzan, Pustaka Imam Syafi’i, Desember 2018, cetakan ketiga. Halaman: 108-110.
[iv] Lihat: https://islamqa.info/ar/answers/191668/%D9%87%D9%84-%D9%8A%D8%AC%D9%88%D8%B2-
Incoming search terms:
- batas usia anak yg belum bisa diatur didalam masjid (1)
- bolehkah Imam membawa anaknya berdiri d sampingnya (1)
- https://pusatjamdigital com/masjid/membawa-anak-kecil/ (1)
- Menurut mazhab safii tetang anak2 ke masjid (1)