Perang Mu’tah merupakan perang pertama kaum Muslimin menghadapi kaum Ahli Kitab dari kalangan Nashara. Sebelum perang Mu’tah, Kaum Muslimin menghadapi kaum musyrikin Arab dan ahli kitab dari kalangan Yahudi.
Perang Mu’tah adalah sariyah di zaman nabi yang sangat spektakuler dilihat dari jumlah dua kelompok pasukan yang bertikai sama sekali tidak berimbang. Kaum Muslimin berjumlah 3000 (tiga ribu) orang sedang kaum Nashara dan arab yang menjadi sekutunya 200.000 (dua ratus ribu) tentara. Ini berarti setiap 3 orang mujahid menghadapi 200 orang musuh.
Namun demikian, musuh gagal menghancurkan kelompok kecil ini. Bahkan mundur teratur. Demikian pula kaum Muslimin. Dari sini, tentunya banyak pelajaran yang bisa diambil dari perang Mu’tah.
Mengapa Dinamakan Perang Mu’tah?
Perang ini dinamakan dengan perang Mu’tah karena area atau wilayah terjadinya pertempuran besar antara kaum muslimin dan pasukan gabungan Romawi dan beberapa suku Arab yang menjadi sekutunya adalah di derah Mu’tah, sebuah wilayah di daerah Syam.
Hadits Tentang Perang Mu’tah
Hadits Nabi Muhammad ﷺ tentang perang Mu’tah di antaranya adalah:
- Hadits Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ أَمَّرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي غَزْوَةِ مُؤْتَةَ زَيْدَ بْنَ حَارِثَةَ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنْ قُتِلَ زَيْدٌ فَجَعْفَرٌ وَإِنْ قُتِلَ جَعْفَرٌ فَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ رَوَاحَةَ قَالَ عَبْدُ اللَّهِ كُنْتُ فِيهِمْ فِي تِلْكَ الْغَزْوَةِ فَالْتَمَسْنَا جَعْفَرَ بْنَ أَبِي طَالِبٍ فَوَجَدْنَاهُ فِي الْقَتْلَى وَوَجَدْنَا مَا فِي جَسَدِهِ بِضْعًا وَتِسْعِينَ مِنْ طَعْنَةٍ وَرَمْيَةٍ
Dari Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhuma, katanya, Rasulullah ﷺ dalam perang Mu’tah mengangkat Zaid bin Haritsah sebagai komandan. Lantas Rasulullah ﷺ berpesan,”Jika Zaid bin Haritsah gugur, maka Ja’far yang mengganti. Jika Ja’far gugur, maka Ibnu Rawahah sebagai penggantinya.”
Kata Abdullah, aku berada di tengah-tengah pasukan dalam peperangan itu. Lantas kami mencari-cari Ja’far bin Abu Thalib. Kami temukan ia di antara para prajurit yang terbunuh dan kudapati di tubuhnya ada sekitar sembilan puluh lebih luka karena tombak atau panah. [Hadits riwayat Al-Bukhari]
- Hadits Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu
عَنْ أَنَسٍ رَضِي اللَّهم عَنْهم أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَعَى زَيْدًا وَجَعْفَرًا وَابْنَ رَوَاحَةَ لِلنَّاسِ قَبْلَ أَنْ يَأْتِيَهُمْ خَبَرُهُمْ فَقَالَ أَخَذَ الرَّايَةَ زَيْدٌ فَأُصِيبَ ثُمَّ أَخَذَ جَعْفَرٌ فَأُصِيبَ ثُمَّ أَخَذَ ابْنُ رَوَاحَةَ فَأُصِيبَ وَعَيْنَاهُ تَذْرِفَانِ حَتَّى أَخَذَ سَيْفٌ مِنْ سُيُوفِ اللَّهِ حَتَّى فَتَحَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ
Dari Anas bin Malik bahwa Nabi ﷺ berduka atas kemattan Zaid, Ja’far, dan Ibnu Rawahah di hadapan manusia sebelum datang berita kematian mereka. Nabi ﷺ bersabda,”Panji telah diambil oleh Zaid dan ia pun gugur, lalu diambil oleh Ja’far dan ia pun gugur, lalu diambil oleh Ibnu Rawahah dan ia pun gugur. Kedua mata Rasulullah ﷺ berlinang air mata – hingga akhirnya panji itu diambil oleh salah satu pedang Allah dan Allah memberikan kemenangan kepada mereka.” [Hadits riwayat Al-Bukhari]
- Hadits Qais bin Abi Hatim
عن قيس بن أبي حازم قال: سمعت خالد بن الوليد يقول: لقد انقطعت في يدي يوم مؤتة تسعة أسياف، فما بقي في يدي إلا صفيحة يمانية
Dari Qais bin Abi Hazim, dia berkata,”Aku mendengar Khalid bin Al-Walid berkata,”Di tanganku ini ada 9 buah pedang yang patah hingga tidak tersisa di tanganku kecuali pedang Yaman yang lebar.” [Hadits riwayat Al-Bukhari]
Sebab Perang Mu’tah
Latar belakang perang ini, menurut Prof. Dr. Zaid bin Abdul Karim Az-Zaid, adalah ketika Rasulullah ﷺ mengutus Al-Harits bin Umair Al-Azdi untuk membawa suratnya ke penguasa Bushra, tiba-tiba ia dihadang oleh Syurahbil bin Amr Al-Ghassani lalu ia pun diikat dan dibunuh.
Mendengar hal itu, Rasulullah pun marah karena utusan beliau dibunuh. Oleh karena itu, beliau mengirim pasukan dan menunjuk Zaid bin Al-Haritsah sebagai panglimanya lalu beliau bersabda, “Jika Zaid terbunuh, maka digantikan oleh Ja’far, jika Ja’far terbunuh, maka digantikan oleh Ibnu Rawahah.” [i]
Namun, Dr. Akram Dhiya’ Al – Umuri memiliki pandangan yang berbeda. Beliau mengatakan, ”Sebenarnya upaya memerangi kabilah-kabilah Arab yang tinggal di pinggiran Syiria, bukanlah yang menjadi penyebab langsung timbulnya peristiwa Perang Mu’tah.
Sebab, betapa pun pelaksanaan jihad itu menuntut kaum Muslimin untuk terus menerus berusaha menundukkan kabilah-kabilah Arab dan memperluas wilayah kekuasaan Islam dengan mengesampingkan penyebab-penyebab langsung.
Dengan kata lain pemerintah-pemerintah kecil Arab Nasrani yang berpihak pada Romawi harus ditundukkan, di samping itu harus ada langkah cepat untuk bergerak ke sebuah wilayah, mendahului pasukan Romawi sebelum mereka melakukan tindakan agresi terhadap pemerintahan Islam yang relatif masih muda.[ii]
Baca juga: Sejarah Perang Hunain
Sejarah Perang Mu’tah Singkat
Tiga ribu pasukan sudah siap-siap berperang. Mereka terus bergerak sampai akhirnya berhenti di daerah Ma’an.Pada saat itulah, pasukan kaum muslimin mendengar informasi kalau Hiraklius sudah berada di daerah Balqa’ dengan membawa seratus ribu pasukan Romawi.
Ikut bergabung bersama mereka adalah orang-orang dari suku Lakham, suku Jadzam, suku Balqin, suku Bahra’, dan suku Billi yang luga berjumlah seratus ribu. Jadi jumlah keseluruhan pasukan Hiraklius sebesar dua ratus ribu.
Mengetahui hal itu, pasukan kaum muslimin memilih tinggal di daerah Ma’an ini selama dua hari guna menunggu perkembangan apa yang akan terjadi.
Salah seorang mereka mengatakan, ”Kita harus menulis surat kepada Rasulullah ﷺ untuk melaporkan besarnya pasukan musuh. Kita berharap beliau mengirimkantambahan pasukan, dan kita tunggu apa perintahnya lebih lanjut kepada kita.”
Mereka setuju pada usul ini, sehingga mereka mendesak Abdullah bin Rawahah untuk menindaklanjutinya.
”Wahai para pasukan,” kata Abdullah bin Rawahah, ”Demi Allah, saya ingin mengingatkan kembali kepada kalian bahwa tujuan kalian berperang ini ialah untuk mencari kematian syahid. Kita menghadapi musuh bukan dengan mengandalkan banyaknya jumlah pasukan atau kekuatan.
Tetapi kita hadapi mereka dengan keyakinan agama yang karenanya Allah telah memuliakan kita. Ayo kita maju! Kita punya dua pilihan yang sama – sama baik; menang atau mati secara syahid.”
Pasukan kaum muslimin terus bergerak hingga tiba di perbatasan wilayah Balqa’. Dan mereka akhirnya bertemu musuh di dusun Masyarif. Ketika posisi musuh sudah cukup dekat, pasukan kaum muslimin terus bergerak ke daerah Mu’tah..[iii]
Di perkampungan Mu’tah, dua pasukan bertemu. Tiga ribu pasukan berhadapan dengan serangan gencar pasukan yang berjumlah 200.000 prajurit. Perang yang sangat dahsyat dan tidak seimbang sehingga panglima kaum muslimin, Zaid bin Haritsah gugur syahid.
Kemudian panji diambil alih oleh Ja’far, dengan kudanya ia menerobos musuh hingga tangan kanannya tertebas pedang. Kemudian ia memegang panji dengan tangan kirinya sambil menerjang musuh hingga tertebas tangan kirinya. Lalu ia merangkul panji dengan dadanya hingga akhirnya terbunuh sebagai syahid.
Setelah Ja’far syahid, maka panji diambil alih oleh Abdullah bin Rawahah. Beliau berperang hingga terbunuh. Kemudian majulah Tsabit bin Arqam untuk menyelamatkan panji seraya berkata, ”Wahai kaum muslimin! Sepakatlah untuk memilih seorang pemimpin kalian.”
Kaum muslimin menjawab, ”Kamu saja.” Ia menjawab, “Aku tidak mau.” Akhirnya mereka memilih Khalid bin Al-Walid.
Ketika panji berada di tangan Khalid, ia berperang dengan gigih. Dari Qais bin Abi Hazim berkata, ”Aku mendengar Khalid berkata, ”Pada perang Mu’tah, aku telah mematahkan sembilan pedang sehingga tidak ada lagi pedang di tanganku, kecuali pedang yang lebar buatan Yaman.”[iv]
Baca juga: Strategi Perang Khandaq / Perang Ahzab
Strategi Perang Mu’tah
Malam harinya, Khalid bin Al-Walid mengatur strategi. Pagi harinya pasukan yang berada di depan berubah posisi ke belakang dan pasukan yang di belakang berubah posisi ke depan, yang di kiri ke kanan dan yang di kanan ke kiri.
Sehingga musuh tidak lagi mengenal pasukan yang sebelumya dan mereka berkata, ”Telah datang pasukan tambahan untuk mereka.” Sehingga mereka pun takut dan menarik mundur.
Sekalipun perang begitu sengit dan musuh begitu besar, tetapi yang terbunuh di kalangan kaum muslimin kurang dari sepuluh orang.
Sedangkan dari pihak musuh tidak ada yang mengetahui secara pasti, tetapi melihat kondisi perang, pasti banyak. Indikasinya adalah pedang yang patah di tangan Khalid saja sembilah buah, sebagaimana disebutkan di atas. Kaum muslimin pun kembali dengan kemenangan.[v]
Baca juga: Pelajaran Hikmah Perang Khaibar
Hikmah Perang Mu’tah
Pelajaran yang dapat dipetik dari perang Mu’tah adalah sebagai berikut:[vi]
- Membunuh suatu utusan atau delegasi adalah kejahatan besar dan sudah menjadi tradisi sejak dahulu bahwa utusan tidak boleh dibunuh.
Dalam kisah ini, Syurahbil Al-Ghassani telah membunuh utusan Rasulullah ﷺ yang tidak berdaya.
Kesalahan besar ini tidak mungkin didiamkan oleh Rasulullah ﷺ. Beliau telah mengirim pasukan dalam jumlah besar karena dibunuhnya laki-laki muslim yang tengah membawa misi Rasulullah ke penguasa Bushra.
- Perang Mu’tah adalah pembuka bertemunya kaum muslimin dengan Romawi dalam rangka berjihad di jalan Allah.
Pada pertemuan pertama ini, kemenangan berpihak kepada kaum muslimin. Mereka berhasil mengusir orang-orang Romawi dari negeri Syam sehingga negeri tersebut menjadi negeri Islam.
- Tidak ada pertimbangan kesukuan atau kekabilahan dalam menilai Seorang Pemimpin
Penugasan Zaid bin Al-Haritsah oleh Rasulullah ﷺ sebagai panglima perang padahal ia adalah mantan budak, sementara dalam pasukan tersebut terdapat pula sepupu Rasulullah ﷺ yaitu Ja’far bin Abi Thalib dan juga terdapat Abdullah bin Umar, Abdullah bin Rawahah, serta yang lainnya.
Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada pertimbangan kesukuan atau kekabilahan dalam menilai seseorang sebagaimana firman Allah,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. [Al-Hujurat: 13]
Oleh karena itu, beliau tidak membedakan antara muhajirin dan anshar. Pilihan Nabi ﷺ tersebut berdasarkan kemaslahatan bagi kaum muslimin dan berdasarkan ketakwaannya, bukan atas pertimbangan asal-usulnya.
- Pertempuran ini menjadi sebab banyak kabilah masuk Islam
Pertempuran antara kaum muslimin dengan pasukan Romawi yang jumlahnya begitu banyak dan kekuatannya yang ditakuti, menjadi penyebab takutnya kabilah-kabilah yang ada terhadap kaum muslimin sehingga banyak di antara mereka yang masuk Islam setelah itu.
- Cermin keimanan Abdullah bin Rawahah
Sikap Abdullah bin Rawahah yang menangis saat mengingat sebuah ayat Al-Qur’ an,
وَإِنْ مِنْكُمْ إِلَّا وَارِدُهَا ۚ كَانَ عَلَىٰ رَبِّكَ حَتْمًا مَقْضِيًّا
Dan tidak ada seorang pun dari padamu, melainkan mendatangi neraka itu. Hal itu bagi Tuhanmu adalah suatu kemestian yang sudah ditetapkan. [Maryam: 71]
adalah cermin dari iman yang mulia, yang harus dipahami dan direnungkan kembali oleh seorang muslim agar memantapkan keimanan sebagai bekal, dan setiap manusia akan melintas di atas api neraka. Semoga Allah memberikan keselamatan kepada kita.
- Rasa percaya yang tinggi para shahabat terhadap kemenangan yang dijanjikan Allah.
Inilah salah satu keutamaan para Shahabat Nabi. Mereka tidak berperang atas pertimbangan jumlah dan kekuatan lawan.
Mereka berperang dengan modal iman yang menghujam dalam sanubarinya, sekalipun jumlah mereka sangat sedikit dan mengetahui bahwa musuhnya dalam jumlah besar. Mereka tetap bersiap untuk menghadapinya dengan meyakini penuh kemenangan dari Allah.
- Keutamaan Ja’far bin Abi Thalib yang enggan membiarkan panji jatuh dari tangannya.
Sekalipun tangan kanan dan kirinya telah tertebas, ia tetap berusaha dengan mendekapnya agar panji tersebut tetap tegak sampai kemudian beliau terbunuh lalu Allah menggantinya dengan dua buah sayap yang dapat digunakan untuk terbang di surga sesukanya. Semoga Allah melimpahkan keridhaan-Nya.
- Bukti Kenabian Rasulullah ﷺ dalam penunjukan ketiga panglima
Nabi ﷺ mengisyaratkan kepada shahabatrya tentang hasil perang Mu’tah dan syahidnya ketiga panglimanya serta pengalihan panglima kepada Khalid bin Al-Walid serta kemenangan kaum muslimin.
Hal tersebut merupakan bukti yang jelas dari bukti-bukti kenabian beliau.
- Keutamaan Khalid bin Al Walid
Keutamaan yang jelas pada Khalid bin Al-Walid yang Rasulullah ﷺ menamakannya pada perang ini dengan pedang Allah dan beliau berkata, ”Allah memberikan kemenangan melalui tangannya.” Ia adalah seorang panglima besar yang terlibat dalam perang.
- Bekal pelajaran untuk jihad-jihad berikutnya
Dalam perang ini mengandung pelajaran yang sangat banyak dan pengalaman yang besar. Pertempuran ini adalah pertemuan pertama mereka dengan kekuatan Romawi.
Sehingga dengan peristiwa ini kaum muslimin mengambil pelajaran untuk jihad-jihad berikutrya, baik dalam hal mengenali musuh, strategi yang digunakan, serta karakteristik suatu daerah.
Tanya Jawab Tentang Perang Mu’tah:
Berikut ini sejumlah pertanyaan yang sering ditanyakan sebagian kalangan tentang perang Mu’tah. Semoga saja informasi mengenai hal ini bisa memberikan tambahan ilmu yang bermanfaat dan menghilangkan ketidakmengertian tentang persoalan tersebut.
– Siapakah Panglima Perang Mu’tah?
Berdasarkan hadits dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah ﷺ telah menunjuk Zaid bin Haritsah radhiyallahu ‘anhu sebagai panglima dalam perang Mu’tah.
Kemudian Rasulullah ﷺ berpesan saat memberikan briefing pemberangkatan pasukan dengan bersabda,
إِنْ قُتِلَ زَيْدٌ فَجَعْفَرٌ وَإِنْ قُتِلَ جَعْفَرٌ فَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ رَوَاحَةَ
”Jika Zaid bin Haritsah gugur, maka Ja’far yang menggantikan. Jika Ja’far gugur, maka Ibnu Rawahah sebagai penggantinya.” [Hadits riwayat Al-Bukhari]
– Dimana Lokasi Perang Mu’tah?
Lokasi terjadinya perang Mu’tah adalah di Mu’tah, dekat wilayah Kark , Syam, yang saat ini masuk ke dalam wilayah Yordania.
Sebutan Syam di masa lalu adalah wilayah yang pada masa sekarang ini mencakup Yordania, Palestina, Suriah, Lebanon dan sebagian kecil Turki yaitu Provinsi Hathay.
– Kapan Terjadinya Perang Mu’tah?
Berdasarkan riwayat Mursal dari Urwah bin Zubair rahimahullah, pada bulan Jumadil Awal tahun 8 Hijriyah Rasulullah ﷺ memberangkatkan pasukan sebanyak 3000 orang ke Syam. [Sirah Ibnu Hisyam, 3/427]. Dr. Akram Dhiya’ menyatakan bahwa isnad dari Ibnu Ishaq sampai dengan Urwah bin Zubair itu hasan.[vii]
Demikian tadi pembahasan tentang pelajaran hikmah perang Mu’tah. Semoga bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya, menambah wawasan dan pengetahuan tentang konfrontasi pertama dan paling spektakuler dalam sejarah Islam antara Mujahidin dengan kekaisaran Kristen Romawi.
Jumlah pasukan yang hanya 3ز000 ribu orang mampu menghadapi 200 ribu pasukan bahkan membuat mereka mundur teratur dan enggan melanjutkan peperangan merupakan prestasi yang sangat langka. Apalagi jumمah korban di pihak kaum Muslimin kurang 10 orang saja. Ini benar-benar spektakuler.
Oleh karenanya, Rasulullah ﷺ menyebut Allah memberikan kemenangan kepada kaum Muslimin setelah kepemimpinan berada di tangan panglima yang beliau juluki dengan salah satu pedang dari pedang-pedang Allah, yaitu Khalid bin Al-Walid radhiyallahu ‘anhu, sebagaimana dalam riwayat Al-Bukhari.
Keputusan Khalid bin Al-Walid untuk melakukan withdrawal atau penarikan mundur pasukan dari medan tempur bukanlah merupakan bentuk kekalahan.
Bahkan ini merupakan prestasi besar dari seorang panglima jenius yang berhasil menyelamatkan pasukan berjumlah yang sangat kecil itu dari kepunahan karena secara matematis semestinya 200 ribu pasukan akan dengan mudah melumatnya sampai habis tanpa sisa.
Namun Allah Subhanahu wa Ta’ala lah yang mengatur segala urusan, sebagaimana friman:
وَاللَّهُ غَالِبٌ عَلَىٰ أَمْرِهِ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
”Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya.”
Wallahu a’lam.
[i] Fikih Sirah Mendulang Hikmah dari Sejarah Kehidupan Rasulullah ﷺ, Prof. Zaid bin Abdul Karim Az-Zaid, Darus Sunnah, hal. 504.
[ii] Seleki Sirah Nabawiyah, Studi Kritis Muhadditsin Terhadap Riwayat Dha’if, Darul Falah, Jakarta, hal. 514.
[iii] Kelengkapan Tarikh Rasulullah ﷺ, Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah, Pustaka Al-Kautsar, hal. 291-293. Dengan diringkas.
[iv] Fikih Sirah Mendulang Hikmah dari Sejarah Kehidupan Rasulullah ﷺ, Prof. Zaid bin Abdul Karim Az-Zaid, Darus Sunnah, hal. 506. Dengan diringkas.
[v] Ibid, hal. 507. Secara ringkas.
[vi] Fikih Sirah Mendulang Hikmah dari Sejarah Kehidupan Rasulullah ﷺ, Prof. Zaid bin Abdul Karim Az-Zaid, Darus Sunnah, hal. 507 – 509.
[vii] Seleki Sirah Nabawiyah, Studi Kritis Muhadditsin Terhadap Riwayat Dha’if, Darul Falah, Jakarta, hal. 514.
Incoming search terms:
- https://pusatjamdigital com/ghazwah-sariyah/mutah/ (6)