Perang Khaibar merupakan ghazwah kaum Muslimin di bawah kepemimpinan langsung Rasulullah ﷺ melawan orang-orang Yahudi.
Sebagian ahli sejarah Islam menganggap perang ini merupakan perang ofensif pertama dalam Islam yang didorong oleh motif berdakwah dengan kekuatan kepada ahli kitab untuk mengajak mereka masuk Islam.
Perang ini juga merupakan upaya pembersihan kelompok Yahudi di luar Madinah yang suka melakukan makar, konspirasi dan siasat jahat untuk memerangi kaum Muslimin.
Banyak pelajaran penting yang terkandung di dalamnya. Tulisan dibuat untuk menjelaskan secara ringkas berbagai hal tentang perang Khaibar, utamanya adalah pelajaran dan hikmah yang ada di dalamnya.
Mengapa Dinamakan Perang Khaibar?
Perang melawan orang-orang Yahudi ini dalam sejarah dikenal dengan perang Khaibar. Nama perang ini dikaitkan dengan nama wilayah Khaibar. Untuk mendapatkan sedikit gambaran tentang wilayah Khaibar, berikut ini penjelasan dari Dr. Akram Dhiya’ Al-‘Umuri:
“Khaibar adalah sebuah wilayah agraris yang terletak di sebelah utara Madinah Al-Munawarah. Jaraknya kurang lebih 165 kilometer dari Madinah. Wilayah ini terletak di ketinggian 850 meter dari permukaan laut.
Khaibar merupakan wilayah tak berpasir yang cukup besar di kawasan negara Arab setelah wilayah Bani Sulaim. Kelebihan Khaibar adalah tanahnya yang cukup subur, dan airnya yang cukup banyak sehingga terkenal dengan banyaknya pohon kurma.
Selain itu, Khaibar juga dikenal sebagaiwilayah penghasil buah-buahan dan biji-bijian. Di Khaibar terdapat sebuah pasar yang dikenal dengan Pasar An-Nathat yang selalu dijaga oleh suku Ghathafan yang mereka klaim sebagai tanah miliknya.
Mengingat kedudukan Khaibar yang cukup menjanjikan dari segi ekonomi itulah, maka wilayah tersebut dihuni oleh kaum pengusaha dan orang-orang kaya. Di sana terdapat aktivitas ekonomi yang cukup luas.
Sebelum ditaklukkan oleh pasukan kaum Muslimin, penduduk wilayah ini merupakan campuran dari orang-orang Arab dan orang-orang Yahudi. Jumlah penduduk Yahudi semakin bertambah setelah terjadi pengusiran oran gorang Yahudi dari Madinah pada periode sirah.[i]
Sejarah Perang Khaibar
Berikut ini gambaran ringkas perang Khaibar:
- Latar Belakang Perang Khaibar.
Sebab dari perang Khaibar berbeda secara mendasar dengan sebab-sebab perang sebelum perang Khaibar dalam sejarah peperangan Nabi Muhammad ﷺ. Sebelum perang Khaibar, seluruh perang di masa Nabi ﷺ terjadi karena kaum Muslimin mempertahankn diri dari agresi musuh-musuhnya.
Adapun dalam perang ini kaum Muslimin sama sekali tidak sedang diserang oleh orang-orang Yahudi Khaibar. Artinya ini merupakan perang ofensif pertama dalam Islam terhadap orang-orang kafir dengan latar belakang untuk mendakwahi mereka masuk Islam karena memang pada dasarnya jihad di jalan Allah merupakan sarana berdakwah kepada Allah dengan menggunakan kekuatan.
Dalam masalah ini, Syaikh Dr. Sa’id Ramadhan al Buthi menjelaskan dalam kitabnya Fiqhus Sirah An-Nabawiyah sebagai berikut,” Perang Khaibar ini adalah perang pertama setelah peristiwa Bani Quraizhah dan Perjanjian Hudaibiyah (Shulhul Hudaibiyah). Perang ini memiliki posisi yang berbeda.
Perang ini benar-benar berbeda secara mendasar dengan peperangan sebelumnya. Oleh karena itu, perang ini menunjukkan bahwa dakwah Islam telah memasuki fase baru dari Shulhul Hudaibiyah.
Perang Khaibar adalah perang pertama yang Rasulullah ﷺ lah yang memulainya. Rasulullah ﷺ yang melakukan serangan secara mendadak kepada Yahudi yang tinggal di wilayah Khaibar tanpa adanya serangan terlebih dahulu terhadap kaum Muslimin.
Satu-satunya sebab dari perang ini adalah mendakwahi orang-orang Yahudi kepada Islam dan memerangi mereka karena kekafiran mereka dan penentangan mereka dari menerima kebenaran dan kedengkian mereka padahal dakwah yang lurus telah dilakukan dalam kurun waktu lama berdasarkan dalil-dalil dan bukti-bukti.
Oleh karenanya, Rasulullah ﷺ bermalam pada malam pertama saat sampai di Khaibar tanpa disadari oleh seorang pun keberadaannya dan tanpa menyerang seorang pun. Beliau menunggu hingga tiba waktu shubuh.
Setelah beliau tidak mendengar adzan untuk shalat yang merupakan syiar Islam yang besar maka beliau melakukan serangan dadakan kepada mereka berdasarkan keadaan tersebut. Telah kami katakan bahwa Nabi ﷺ apabila memerangi suatu kaum, beliau tidak melakukan serangan secara tiba-tiba terhadap mereka hingga tiba waktu shubuh.
Bila beliau ﷺ mendengar adzan maka beliau menahan diri dan jika tidak mendengar suara adzan beliau melakukan serangan secara tiba-tiba.”[ii]
- Sinopsis Perang Khaibar.
Dr. Musthafa as-Siba’i menyatakan bahwa setelah Nabi ﷺ mengamankan pihak Quraisy melalui perjanjian Hudaibiyah, beliau berketetapan untuk menuntaskan problem kelompok Yahudi di sekitar Madinah setelah membersihkan kaum Yahudi dari Madinah itu sendiri.
Yahudi di Khaibar memiliki banyak benteng yang sangat kokoh. Di dalamnya terdapat sekira 10 ribu tentara. Mereka memiliki senjata dan logistik dalam jumlah besar. Mereka ahli dalam hal makar, kekejian dan siasat.
Maka harus ada penyelesaian tuntas terhadap problem Yahudi ini sebelum mereka menjadi sumber keguncangan dan keresahan bagi kaum Muslimin di ibu kota mereka ‘Madinah’.
Oleh karena itu, Rasulullah ﷺ bertekad bulat untuk keluar ke mereka pada akhir bulan Muharram (tahun 7 H) . Rasulullah ﷺ berangkat bersama 1700 tentara. Di antara mereka ada 200 pasukan berkuda. Beliau mewajibkan setiap orang yang ikut di Hudaibiyah dalam perang ini.
Rasulullah ﷺ terus berjalan hingga sampai di dekat salah satu dari benteng Khaibar yang disebut dengan ‘Husnun Nathah’. Orang-orang Yahudi telah mengumpulkan pasukannya di benteng ini. Al-Hubab bin Al-Mundzir mengisyaratkan agar bergeser karena dia sangat mengenal penduduk An-Nathah.
Mereka orang-orang yang sangat jago dalam memanah. Mereka berada di posisi yang lebih tinggi dari kaum Muslimin sehingga anak panah mereka lebih cepat melesat ke arah barisan kaum Muslimin.
Selain itu mereka terkadang menyerang kaum Muslimin secara tiba-tiba di malam hari dengan bersembunyi di antara pepohonan kurma yang begitu banyak. Maka Rasulullah ﷺ bersama kaum Muslmin bergeser ke tempat lain.
Pertempuran mulai berkobar. Kaum Muslimin berhasil menaklukkan benteng-benteng mereka satu demi satu kecuali dua benteng terakhir. Penghuni kedua benteng tersebut menginginkan perdamaian untuk menjamin keselamatan semua pasukan yang ada di dalam benteng berikut anak dan isteri.
Sebagai imbalannya mereka akan meninggalkan semua jenis harta mereka. Mereka lalu keluar dari tanah Khaibar bersama anak isteri tanpa memb awa harta apa pun, selain pakaian yang menempel di tubuh.
Lantas mereka mereka mengambil pernjanjian damai berdasarkan hal itu serta perlindungan Allah dan Rasul-Nya akan terlepas dari mereka bila mereka menyembunyikan sesuatu.
Ternyata mereka kemudian menyelisihi perjanjian tersebut. Kaum Muslimin mendapati di kedua benteng tersebut senjata yang banyak dan lembaran-lembaran Taurat yang sangat banyak. Setelah itu, orang-orang Yahudi datang untuk meminta lembaran-lembaran Taurat tersebut.
Maka Rasulullah ﷺ memerintahkan agar mengembalikannya kepada mereka. Jumlah korban tewas di pihak Yahudi dalam perang ini mencapai 93 orang. Kaum Muslimin yang gugur syahid ada 15 orang.[iii]
Tujuan Perang Khaibar
Bila mengacu kepada keterangan dari Dr. Sa’id Ramadhan al-Buthi maka tujuan dari perang ini adalah dalam rangka memenuhi kewajiban dakwah Islamiyah dengan kekuatan agar bangsa Yahudi itu mau masuk ke dalam Islam.
Beliau menguatkan argumentasinya dengan adanya hadits yang menyebutkan bahwa Ali radhiyallahu ‘anhu bertanya kepada Rasulullah ﷺ setelah Rasulullah ﷺ menyerahkan panji perang kepadanya,”Aku perangi mereka sampai mereka menjadi seperti kita?”
Rasulullah ﷺ menjawab,”Bersikaplah yang teliti hingga kamu masuk ke wilayah mereka lalu ajaklah mereka kepada Islam dan beritahulah mereka kewajiban mereka yang merupakan hak Allah.”[iv]
Namun bila merujuk kepada penjelasan Dr. Musthafa as-Siba’i, selain kepentingan dakwah, ada kepentingan pengamanan Negara Madinah dari potensi ancaman nyata dari pihak Yahudi. Hal ini dikarenakan memang keberadaan tokoh-tokoh Yahudi Bani Nadhir di Khaibar telah terbukti menjadi sumber konspirasi dan makar jahat mereka terhadap kaum Muslimin, yaitu saat perang Ahzab.
Mereka terlibat dalam memprovokasi Suku Quraisy, Ghathafan dan berbagai kabilah Arab lainnya serta Yahudi Bani Quraidhah untuk berkoalisi dalam rangka menghabisi eksistensi Negara Islam Madinah sekaligus kaum Muslimin yang ada di dalamnya.
Rasulullah ﷺ hendak membersihkan seluruh unsur jahat di sekitar Madinah yang membahayakan kaum Muslimin di Madinah dan negara mereka yang masih muda. Jadi selain tujuan dakwah adalah juga ada unsur pembasmian potensi kejahatan di masa datang.
Hikmah Perang Khaibar
Hikmah dan pelajaran dari perang Khaibar adalah sebagai berikut sebagaimana penjelasan Prof.Dr. Zaid bin Abdul Karim az-Zaid:[v]
- Ucapan Nabi ﷺ kepada Ali, “Allah memberi petunjuk kepada seorang dengan perantara kamu…” Hal ini menjelaskan tentang keutamaan dakwah dan pahala yang besar bagi orang yang menyeru ke jalan Allah. Seorang yang menerima seruan dan ajakan seorang da’i dan beriman kepada Allah, nilainya lebih baik daripada unta merah yang ketika itu merupakan barang yang sangat mahal.
- Dakwah Rasulullah ﷺ kepada Aswad, seorang pengembala kambing.
Komentar Ibnu Hisyam bahwa Rasulullah ﷺ tidak pernah merendahkan seorang pun untuk mengajak dan menawarkannya masuk Islam. Untuk itu, seorang aktivis dakwah tidak boleh meremehkan dan merendahkan siapa pun dalam mengajak orang lain ke dalam Islam. Islam harus didakwahkan kepada rakyat jelata maupun pejabat.
- Ucapan Nabi ketika melihat Yahudi keluar membawa peralatan cangkul dan sebagainya, “Allahu Akbar, hancurlah Khaibar!” Suhaili berkata, “Ini menunjukkan bolehnya bersikap optimis. Karena beliau hanya melihat alat cangkul dan palu yang hanya digunakan untuk bertani, bukan berperang.
- Dalarn perang Khaibar terlihat keutamaan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, yaitu Rasulullah ﷺ menjelaskan tentang kecintaan Allah dan Rasul-Nya kepadanya dan cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya.
Untuk itulah kita melihat para shahabat menginginkannya karena besarnya keutamaan orang tersebut. Ternyata yang mendapat panji-panji itu adalah Ali yang Allah ridha kepadanya dan meridhainya.
- Rasulullah ﷺ menerima kambing guling yang dibawa oleh seorang wanita Yahudi. Hal ini dapat kita ambil pelajaran bahwa boleh menerima hadiah dari orang kafir dan memakan sembelihan ahli kitab.
- Upaya Yahudi untuk membunuh Nabi ﷺ menjelaskan tentang kebencian dan pengkhianatan mereka. Padahal Rasulullah telah membiarkanmereka untuk tetap bercocok tanam. Beliau juga menerima tawaran damai mereka, tetapi tetap saja mereka berusaha untuk membunuh beliau. Mereka sejak dahulu dikenal sebagai orang yang suka berkhianat dan berniat jahat kepada Islam dan kaum Muslimin.
- Berita yang disampaikan oleh kaki kambing yang akan disantapnya bahwa dirinya mengandung racun merupakan tanda kepada beliau kebenaran Rasulullah ﷺ. Ini adalah informasi gaib yang diinformasikan Allah kepadanya.
- Kisah seorang Arab dusun yang masuk Islam dan sangat baik keislamannya dan tujuannya untuk menggapai syahid. Kemudian Allah pun merealisasikan keinginannya. Hingga ia pun menolak bagian harta ghanimah untuknya.
Ini merupakan fenomena luar biasa yang menggambarkan bagaimana cara menggapai akhirat dan memperbaiki niat serta mengharap ridha Allah. Kita mohon kepada Allah keselamatan dan lindungan-Nya.
- Kisah orang yang menampakkan dirinya seolah-olah Islam dan berperang mati-matian bersama kaum muslimin.
Sekalipun kontribusinya sangat besar dalam amal yang besar ini, Rasulullah ﷺ berkata tentang orang ini,”Sesungguhnya ia termasuk penghuni neraka.” Sebab, ia mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.
Dalam kisah ini terdapat suatu peringatan agar tidak tertipu dengan amal. Seorang hamba tidak boleh mengandalkan amalnya, khawatir akan terjadi yang sebaliknya karena takdir yang telah ditetapkan.
Selalulah berdoa agar Allah mengakhiri kehidupan kita dengan baik dari husnul khatimah. Selain itu, kita tidak boleh tertipu oleh sesuatu yang bersifat lahiriyah saja. Orang ini sekalipun melakukan jihad sabilillah bersama Rasulullah ﷺ, tetapi akhirnya masuk neraka. Semoga Allah melindungi kita.
- Cerita ini menunjukkan kebenaran Rasulullah ﷺ, beliau mengabarkan bahwa orang ini akan berubah. Selain itu, ternyata apa yang dikabarkannya adalah benar adanya, yaitu ia membunuh dirinya sendiri dengan sebilah pisau.
- Orang-orang Yahudi berupaya untuk menyuap Abdullah bin Rawahah ketika ia datang kepada mereka, agar mengurang bagian yang harus dikeluarkan. Akan tetapl ia menjawab, ”Apakah kalian ingin memberikan kepadaku harta yang haram? Cintaku kepada Rasulullah dan kebencianku kepada kalian tidak akan membuat aku berbuat tidak adil kepada kalian.”
Inilah sosok mukmin yang bertakwa, tidak menerima suap, dan rasa keadilannya kepada mereka tidak terpengaruh oleh perasaan cinta dan benci. Suap adalah barang haram yang dapat menghancurkan masyarakat dan bertentangan dengan keadilan.
- Ucapan Yahudi kepada Abdullah bin Rawahah, ”Dengan sikap inilah langit dan bumi tetap tegak.” Maksudnya dengan sikap adillah, langit dan bumi akan tetap tegak. Selain itu, dengan kezhalimanlah masyarakat akan hancur dan berubah menjadi hutan belantara yaitu yang kuat akan memangsa yang lemah.
Dengan keadilan akan tercipta pembangunan, kesejahteraan, dan kedamaian. Orang-orang Yahudi mengetahui akan keadilan, tetapi mereka berusaha untuk menyeret orang-orang beriman ke dalam kezhaliman untuk kepentingan mereka.
Namun, ketika Abdullah bin Rawahah menolak ajakan mereka dan tetap akan menjunjung tinggi keadilan, maka muncullah komentar mereka tersebut.
- Ucapan ‘Aisyah dan Umar bin Khaththab tentang kenyangnya para shahabat dengan buah kurma setelah kemenangan dalam perang Khaibar.
Ini menunjukkan tentang kehidupan para shahabat yang terbiasa lapar dan susah. Sampai-sampai mereka tidak merasakan kenyang sekalipun hanya dengan kurma, padahal Madinah adalah wilayah yang memiliki kebun kurma yang cukup banyak.
Mereka adalah teladan kita yang mendapatkan keridhaan dari Allah. OIeh karena itu, janganlah kita tergantung dan rakus terhadap dunia. Seandainya itu lebih baik, niscaya para shahabat lebih dahulu melakukannya.
Tanya Jawab:
Berikut ini dua pertanyaan yang sering dicari jawabnya oleh banyak kalangan terkait perang ini, yaitu:
1. Kapan terjadi perang khaibar?
Ada beberapa pendapat para ahli sejarah dalam hal ini:
- Menurut lbnu Ishak, peristiwa Penaklukan Khaibar terjadi pada bulan Muharram tahun ke-7.
- Menurut Al-Waqidi, peristiwa itu terjadi pada bulan Shafar atau bulan Rabi’ul Awwal tahun ke-7 sekembalinya kaum Muslimin pulang ke Madinah dari Pertempuran Hudaibiyah yang terjadi pada bulan Dzulhijjah tahun ke-6 Hijriyah.
- Sementara menurut lmam Az-Zuhri dan Imam Malik, peristiwa tersebut terjadi pada bulan Muharram tahun ke-6 Hijriyah.
Al-Hafizh lbnu Hajar lebih cenderung pada pendapat Ibnu Ishak daripada pendapat Al-Waqidi.[vi]
2. Apa saja ghanimah perang Khaibar?
Ghanimah yang didapatkan dari perang Khaibar adalah ghanimah terbesar sepanjang sejarang perang pada masa Nabi Muhammad ﷺ. Berdasarkan kajian Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi terhadap kitab-kitab sirah, jenis – jenis ghanimah dalam perang Khaibar adalah sebagai berikut:
- Makanan: minyak, minyak samin, minyak zaitun, madu dan lain-lain.
- Pakaian, perabot rumah tangga, unta, sapi, kambing.
- As-Sabyu (tawanan wanita dan anak-anak): banyak wanita Yahudi yang ditawan. Rasulullah ﷺ membagi-bagikannya. Tawanan merupakan ghanimah dan mengambil hukum ghanimah.
- Tanah Khaibar dan pohon kurmanya. Dibagi oleh Rasulullah ﷺ menjadi 3600 bagian.
- Sejumlah lembaran Taurat. Namun orang-orang Yahudi memintanya dan Rasulullah ﷺ memerintahkan agar mengembalikannya kepada mereka.[vii]
Demikian pembahasan tentang sejumlah pelajaran penting dari perang Khaibar. Semoga pembahasan ini bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Bila ada kebenaran dalam tulisan ini maka itu karena rahmat Allah semata. Dan bila ada kesalahan dan kekeliruan maka itu dari kami dan dari setan. Allah dan Rasul-Nya berlepas diri darinya.
[i] Seleksi Sirah Nabawiyah, Studi Kritis Muhaditsin terhadap Riwayat Dha’if, Dr. Akram Dhiya’ Al-‘Umuri, Pustaka Darul Falah, hal. 336.
[ii] Fiqhus Sirah An-Nabawiah Ma’a mujaz litarikh al-Khilafah ar – Rasyidah, Dr.Sayyid Ramadhan Al-Buthi, Darul Fikri, Damaskus, Suriah, 1411 H / 1991 M, hal. 362-363.
[iii] As-Sirah An-Nabawiyah, Durus wa ‘ibar, Dr. Musthafa As-Siba’i, Al-Maktabah Al-islamiyah, Damaskud, cetakan ke 8, 1405 / 1995 M. Hal. 96-97.
[iv] Fiqhus Sirah An-Nabawiah Ma’a mujaz litarikh al-Khilafah ar – Rasyidah, Dr.Sayyid Ramadhan Al-Buthi, Darul Fikri, Damaskus, Suriah, 1411 H / 1991 M, hal. 363.
[v] Fikih Sirah, Mendulang Hikmah dari Sejarah Kehidupan Rasulullah ﷺ , Darus Sunnah, Hal. 491- 494.
[vi] Seleksi Sirah Nabawiyah, Studi Kritis Muhaditsin terhadap Riwayat Dha’if, Dr. Akram Dhiya’ Al-‘Umuri, Pustaka Darul Falah, hal. 339-340. Dengan diringkas.
[vii] As-Sirah An-Nabawiyah, ‘Ardhu Waqai’ wa Tahlilu Ahdats, Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi, Darul Ma’rifah, Beirut – Lebanon, cetakan ke 7, 1429 H / 2008 M, hal. 703-704. Secara ringkas.
Incoming search terms:
- https://pusatjamdigital com/ghazwah-sariyah/khaibar/ (1)