Perang Hunain merupakan ghazwah terbesar yang diikuti nabi beserta para shahabat dan sekaligus perang paling berbahaya yang pernah dihadapi oleh kaum Muslimin.
Dalam perang ini, musuh sempat memporak-porandakan barisan pasukan kaum Muslimin dari total 12 ribu orang hingga tersisa sejumlah orang yang bisa dihitung dengan jari.
Bisa dibayangkan sejauh mana tingkat kengerian yang dihadapi pasukan muslimin saat itu.
Banyak pelajaran dan hikmah yang terdapat dalam perang Hunain ini. Tulisan ini hendak membahas persoalan ini sesuai penjelasan para ulama.
Mengapa Dinamakan Perang Hunain?
Hunain atau Authas adalah nama sebuah tempat yang tedetak antara Makkah dan Tha’if . Nama perang ini diambil dari nama lokasi kejadiannya. Ada yang menyebut ini adalah perang Hawazin, karena merekalah yang aktif memerangi Rasulullah ﷺ [i]
Sejarah Singkat Perang Hunain
Berikut ini penjelasan ringkas tentang sebab dari perang Hunain dan bagaimana jalannya perang di masa Rasulullah ﷺ yang diikuti oleh jumlah terbesar pasukan mujahidin yang pernah ada pada masa itu, yaitu 12 ribu mujahid.
– Latar Belakang & Sebab Perang Hunain
Hawazin adalah sebuah kabilah Arab utara yang sangat terkenal. Mereka merupakan suku Adnan yang memiliki beberapa anak suku, di antaranya ialah kabilah Tsaqif. Orang-orang Tsaqif tinggal di kota Tha’if yang sangat kokoh dan sekitarnya.
Sementara anak suku-anak suku Hawazin yang lain tersebar di Tuhamah, di pantai Laut Merah, perbatasan dengan Syiria bagian selatan, sampai perbatasan Yaman bagian utara.
Di pemukiman Tsaqif terdapat pasar-pasar Arab pada zaman jahiliah. Pertama, Pasar Ukadh yang sangat terkenal. Pasar ini terletak antara daerah Nakhlah dan Tha’if. Dahulu pasar ini selain berfungsi untuk kegiatan perdagangan, juga digunakan untuk kegiatan kesenian sastra.
Kedua, Pasar Dzul Majaz yang terletak di dekat Padang Arafah, sejauh satu farsakh dari arah Tha’if. Ketiga, Pasar Majannah, yang terletak di wilayah Marr Az-Zhahran yang cukup jauh dari Tha’if, tetapi dekat dengan Makkah.
Orang-orang Tsaqif mendapatkan keuntungan ekonomi yang cukup besar dari pasar-pasar tersebut sebagai tempat untuk menjual produk-produk hasil pertanian mereka dari ladang buah dan sayur yang mereka miliki.
Pasar-pasar tersebut juga mereka manfaatkan untuk memamerkan keunggulan mereka di bidang sastra lewat pentas seni yang mereka selenggarakan secara rutin.
Acara ini mereka jadikan sebagai daya tarik untuk kepentingan perdagangan luar yang menyangkut penduduk Syiria, Yaman, dan orang-orang pedalaman.
Orang-orang suku Tsaqif dan Hawazin memiliki kepentingan yang sama serta hubungan yang sangat erat dengan orang-orang kafir Quraisy, selaku tetangga. Letak Makkah dan Tha’if itu berdekatan, yaitu hanya berjarak 90 kilometer saja.
Orang-orang Quraisy banyak yang merantau ke Tha’if. Di sana mereka memiliki kebun dan rumah-rumah sehingga ada yang menyebut Tha’if sebagai kebun milik orang-orang Quraisy.
Hubungan yang terjalin antara orang-orang Quraisy dengan suku Hawazin ini didukung oleh adanya pertalian nasab lewat hubungan-hubungan perkawinan yang terus berlangsung dari generasi ke generasi berikutnya.
Keduanya berasal dari suku Mudhar yang merupakan generasi keenam suku Hawazin, dan generasi ketujuh atau kelima suku Quraisy, sesuai dengan perbedaan nasab.
Mengenai hubungan erat antara kedua suku tersebut dapat kita ketahui dengan jelas dalam kitab-kitab yang membahas tentang sejarah para shahabat.
Berangkat dari kenyataan ini, tidak aneh kalau semenjak periode Makkah suku Hawazin berpihak kepada orang-orang kafir Quraisy, melawan kaum Muslimin.
Bahkan, pasca Penaklukan Makkah mereka tetap mengibarkan bendera perang melawan Islam untuk unjuk gigi menyusul runtuhnya supremasi Quraisy di Semenanjung Arabia.[ii]
Menurut Dr. Mushthafa As-Siba’i, sebab dari perang Hunain adalah ketika Allah membebaskan Makkah untuk Rasul-Nya ﷺ, para tokoh suku Hawazin dan Thaif mengira bahwa Rasulullah ﷺ akan menyerang mereka setelah selesai mengurusi persoalan Makkah.
Maka mereka bertekad untuk mendahului melakukan serangan. Lantas mereka mengangkat Malik bin ‘Auf yang saat itu berumur 30 tahun sebagai panglima perang.
Lantas Malik memerintahkan orang-orang Hawazin dan Thaif untuk membawa serta harta, anak, istri dan binatang ternak mereka ke medan perang dengan tujuan untuk membuat pasukan mereka menjadi lebih teguh di medan perang.[iii]
Baca juga: Pelajaran Perang Tabuk
– Jalannya Perang Hunain
Jumlah pasukan Suku Hawazin dan Thaif dalam perang ini mencapai 20 ribu hingga 30 ribu tentara. Setelah mengetahui apa yang dilakukan oleh Suku Hawazin dan Thaif tersebut Rasulullah ﷺ mengumumkan tekadnya untuk pergi memerangi mereka.
Maka pergilah setiap orang yang ada di Makkah yaitu para sahabat Nabi ﷺ yang bersamanya menuju ke medan perang. Setelah itu orang-orang yang baru saja masuk Islam ikut bergabung bersama mereka.
Rasulullah ﷺ berangkat hingga saat mencapai lembah Hunain, keluarlah Suku Hawazin dan sekutunya di awal terbit fajar. Kaum Muslimin melawan mereka dengan sengit, mereka berlarian mundur dengan cepat dan mereka dikalahkan.
Kemudian kaum Muslimin sibuk mengumpulkan ghanimah. Tiba-tiba orang-orang musyrik menyambut mereka dengan serangan panah sehingga kesatuan mereka buyar dan larilah sebagian besar kaum muslimin kecuali hanya sedikit saja.[iv]
Rasulullah ﷺ tetap teguh di atas bighalnya dan berseru, “Saya Nabi. Saya tidak berdusta. Saya keturunan Abdul Muthallib.” Saat itu Al-Abbas (paman beliau) dan Abu Sufyan bin Al-Harits sengaja memegangi kendali bighal supaya tidak lari menerjang musuh.
Mendengar seruan beliau tersebut, hanya beberapa kaum Muslimin saja yang kembali lagi. Sementara sebagian besar mereka menjauh dari medan perang.
Yang masih setia menemani Rasulullah ﷺ hanya sepuluh sampai dua belas orang shahabat saja. Mereka antara lain Al-Abbas, Abu Sufyan bin Al-Harits, Abu Bakar, Umar bin Al-Khaththab, dan Ali bin Abu Thalib.
Rasulullah ﷺ menyuruh pamannya Al-Abbas – yang terkenal punya suara lantang – untuk menyeru pasukan kaum Muslimin lainnya agar kembali lagi.
Secara khusus berturut-turut Al-Abbas menyeru kaum Anshar dan para shahabat yang pernah berbai’at di bawah pohon, kemudian Bani Al-Harits bin Al-Khazraj.
Mendengar seruan itu mereka berbalik dan menuju ke arah seruan tersebut hingga sampai di dekat Rasulullah ﷺ sehingga jumlah mereka mencapai delapan puluh sampai seratus orang. Kemudian, mereka bersama-sama bertempur lagi melawan pasukan Hawazin.
Mereka memulai pertempuran putaran kedua dengan penuh keberanian, kesungguhan, tekad yang kuat, iman, dan tawakal yang tulus. Rasulullah ﷺ berdoa kepada Allah memohon pertolongan. Melihat musuh datang, beliau segera turun dari bighalnya, lalu berjalan kaki.
Para sahabat dahulu bila perang semakin sengit dan semakin ganas, mereka berlindung kepada Rasulullah ﷺ karena keberaniannya dan keteguhannya.
Saat kaum Muslimin yang kabur melihat Rasulullah ﷺ seperti itu dan mendengar seruan al-Abbas, mereka menyambut seruan tersebut sambil mengulang-ulang ucapan: Labbaik, Labbaik (Baik, aku penuhi seruanmu. Baik, aku penuhi seruanmu).
Perang kembali meletus dengan sengit. Rasululllah ﷺ bersabda, “Kini pertempuran benar-benar berkobar.” Beliau mengambil segenggam pasir atau kerikil, lalu dilemparkan ke wajah orang-orang kafir seraya bersabda, “Amat buruk wajah-wajah kalian. Hancurlah kalian demi Rabb Muhammad.“
ثُمَّ أَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَىٰ رَسُولِهِ وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَأَنْزَلَ جُنُودًا لَمْ تَرَوْهَا وَعَذَّبَ الَّذِينَ كَفَرُوا ۚ وَذَٰلِكَ جَزَاءُ الْكَافِرِينَ
Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada orang-orang yang beriman, dan Allah menurunkan bala tentara yang kamu tiada melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang-orang yang kafir, dan demikianlah pembalasan kepada orang-orang yang kafir. [At-Taubah: 26]
Pasukan Hawazin dan Tsaqif tidak sanggup bertahan lama pada babak pertempuran kali ini. Mereka lari meninggalkan medan, tetapi terus dikejar oleh pasukan kaum Muslimin sampai pada jarak yang cukup jauh dari Lembah Hunain.
Mereka lari tunggang langgang meninggalkan mayat-mayat teman mereka yang bergelimpangan, dan harta yang banyak di medan pertempuran.
Mereka tidak bisa mundur dengan teratur karena dari belakang mereka terus dikejar oleh pasukan kaum Muslimin yang dengan mudah dapat menghabisi mereka.
Akibatnya, korban yang terbunuh dalam aksi pengejaran ini jauh lebih besar daripada yang terbunuh dalam pertempuran.
Rasulullah ﷺ menyuruh terus mengejar pasukan musuh yang lari dan membunuh mereka untuk melumpuhkan kekuatan mereka supaya tidak bisa bertempur lagi. Namun Rasulullah ﷺ melarang para sahabat dari membunuh wanita dan anak-anak.[v]
Baca juga: Pelajaran Hikmah Perang Mu’tah
Strategi Perang Hunain
Dalam perang Hunain ini strategi kaum musyrikin justru lebih banyak dijelaskan dalam sejarah dibanding strategi kaum Muslimin.
Mengenai strategi kaum Hawazin, Dr. Akram Dhiya’ al’Umuri menyebutkan dalam kitabnya As- Sirah anNabawiyah Ash-Shahihah sebagai berikut:
Pasukan Hawazin terlebih dahulu tiba di Lembah Hunain sebelum pasukan kaum Muslimin. Setelah memilih posisi yang strategis, mereka menempatkan regu-regu pasukannya secara terpencar pada setiap jalan masuk di sela-sela bukit dan di atas pohon-pohon.
Mereka merencanakan untuk melancarkan serangan mendadak dengan menghujani anak panah begitu pasukan kaum Muslimin memasuki Lembah Hunain yang terbuka. Saat itu mental dan semangat pasukan Hawazin cukup tinggi.
Malik bin Auf An-Nashri menjelaskan kepada mereka bahwa kali ini pasukan kaum Muslimin tidak akan sanggup menghadapi pasukannya, walaupun mereka lebih berpengaIaman, pemberani, dan berjumlah besar.”[vi]
Sedangkan penjelasan tentang apa yang dilakukan kaum Muslimin gmabarannya sangat ringkas sehingga tidak memberikan gambaran utuh tentang strategi yang digunakan oleh kaum Muslimin, yakni sebagai berikut:
“Pasukan kaum Muslimin bergerak maju ke Lembah Hunain sebelum fajar merekah. Di barisan depan adalah regu pasukan berkuda dengan komandan Khalid bin Al-Walid. Di belakangnya adalah pasukan dari Bani Sulaim, dan di belakangnya lagi adalah pasukan yang membentuk barisan-barisan yang cukup rapi.”
Gambaran tentang strategi yang dijalankan di awal pertempuran hanya semacam itu saja. Setelah itu pertempuran berkecamuk dan musuh berhasil dipukul mundur.
Namun ternyata, situasi itu sudah diantisipasi oleh musuh sehingga mirip sebuah perangkap bagi mujahidin yang tengah merasa menang lalu menjadi kurang waspada karena fokus pada pengumpulan ghanimah.
Musuh akhirnya menyerang balik dan berhasil membuat pasukan Muslimin buyar dari sekeliling Nabi ﷺ kecuali beberapa belas orang saja dari 12 ribu pasukan yang ada.
Namun pada akhirnya Rasulullah ﷺ berhasil mengkonsolidasi kembali pasukannya dan berhasil melakukan serangan balik yang kuat sehingga musuh berhasil dikalahkan secara telak.
Baca juga: Pelajaran Hikmah Perang Bani Nadhir
Hikmah Perang Hunain
Dr. Sa’id Ramadhan Al-Buthi mengatakan bahwa perang Hunain merupakan pelajaran yang agung dalam hal akidah Islamiyah serta hukum sebab- akibat sebagaimana jenis pelajaran yang terdapat pada perang Badar.
Bahkan pelajaran dalam perang Hunain ini merupakan pelengkap dari pelajaran dalam perang Badar.
Pelajaran dan hikmah dari perang Hunain berdasarkan penjelasan Dr. Sa’id Ramadhan al-Buthi adalah sebagai berikut:[vii]
- Jumlah pasukan yang banyak tidak bermanfaat bagi kaum muslimin jika kaum Muslimin tidak menjadi orang-orang yang sabar dan bertakwa.
Dalam perang Badar jumlah kaum Muslimin jauh lebih sedikit dibanding orang-orang kafir, demikian pula dalam peperangan yang lainnya.
Meski demikian, jumlah pasukan yang sedikit itu tidak memberikan madharat apa pun kepada mereka karena benarnya keislaman mereka, matangnya iman mereka dan sangat kuatnya kesetiaan mereka kepada Allah dan rasul-Nya.
Sementara dalam perang Hunain, jumlah kaum Muslimin jauh lebih banyak dari jumlah mereka saat menerjuni peperangan yang lainnya mana pun. Meskipun demikian, jumlah yang sangat besar itu tidak memberi manfaat mereka sedikit pun.
Hal ini dikarenakan iman yang belum kokoh dalam hati mereka dan makna Islam belum meresap jauh ke dalam hati sanubari mereka yang paling dalam. Banyak orang yang bergabung ke dalam pasukan tersebut dengan tubuh dan perlengkapan mereka.
Sementara dunia dan syahwat keduniaan menyambar hati mereka dan menguasai jiwa mereka. Ternyata jumlah personal dan perlengkapan itu tidak memberikan pengaruh apa pun terhadap pertolongan dan taufik dari Allah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
لَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ فِي مَوَاطِنَ كَثِيرَةٍ ۙ وَيَوْمَ حُنَيْنٍ ۙ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنْكُمْ شَيْئًا وَضَاقَتْ عَلَيْكُمُ الْأَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُمْ مُدْبِرِينَ
ثُمَّ أَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَىٰ رَسُولِهِ وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَأَنْزَلَ جُنُودًا لَمْ تَرَوْهَا وَعَذَّبَ الَّذِينَ كَفَرُوا ۚ وَذَٰلِكَ جَزَاءُ الْكَافِرِينَ
Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para mukminin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu diwaktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlah(mu), maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari kebelakang dengan bercerai-berai.
Kemudian Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada orang-orang yang beriman, dan Allah menurunkan bala tentara yang kamu tiada melihatnya, dan Allah menimpakan bencana kepada orang-orang yang kafir, dan demikianlah pembalasan kepada orang-orang yang kafir. [At-Taubah : 25-26]
- Menyebar mata-mata ke daerah musuh untuk mengetahui kondisi dan keadaan mereka itu diperbolehkan bahkan hukumnya bisa meningkat menjadi wajib jika keadaannya menuntut demikian.
- Seorang pemimpin boleh meminjam persenjataan dari kaum musyrikin untuk memerangi musuh-musuh kaum Muslimin dengan syarat tidak merusak kemuliaan kaum Muslimin, tidak membuat kaum Muslimin berada di bawah kekuasaan kaum kafir dan tidak menyebabkan kaum Muslimin meninggalkan kewajiban mereka.
Dalam perang Hunain ini Rasulullah ﷺ meminjam persenjataan kepada Shafwan bin Umayyah yang saat itu masih musyrik. Shafwan bin Umayyah dalam posisi lemah dan kalah (karena Makkah telah ditaklukkan) dan Rasulullah ﷺ dalam posisi kuat.
- Keberanian Rasulullah ﷺ dalam perang.
Mengenai keberanian Rasulullah ﷺ dalam perang Hunain ini, Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyatakan, “Saya katakan, keberanian Rasulullah ﷺ telah sampai pada taraf puncak kesempurnaan. Rasulullah ﷺ pada hari semacam ini, di tengah panasnya pertempuran tersingkaplah keberaniannya di hadapan pasukannya.
Dia tetap berada di atas bighalnya. Bighal itu tidak bisa berlari cepat dan tidak memungkinkan untuk melakukan serangan kemudian berlari (hit and run), dan tidak mungkin pula dipakai untuk melarikan diri.
Dalam kondisi semacam ini pun Rasulullah ﷺ memacu bighal tersebut agar berjalan cepat ke arah musuh dan menyebut identitas dirinya agar orang-orang yang belum mengetahui dirinya bisa mengenalinya, semoga shalawat dan salam dari Allah terlimpah kepada dirinya selamanya hingga hari kiamat.
Semua ini hanyalah karena tsiqah (rasa percaya) kepada Allah dan ketawakalan kepada-Nya dan karena mengetahui bahwa Allah akan menolong-Nya dan akan menyempurnakan ajaran yang Rasulullah bawa dari Allah Ta’ala, dan memenangkan agama-Nya atas seluruh agama yang lain.”
Baca juga: Hikmah Perang Khandaq / Perang Ahzab
- Keluarnya wanita Muslimah untuk berjihad bersama para lelaki.
Keluarnya para wanita ke medan perang adalah untuk mengobati yang terluka dan memberikan minum kepada mereka yang kehausan. Hal ini telah ditegaskan dalam Ash-Shahih dalam banyak perang.
Adapun keluarnya wanita untuk berperang maka tidak terdapat penegasan dalam As-Sunnah meskipun Imam Al-Bukhari telah menyebutkan dalam Kitab Al-Jihad sebuah bab yang berjudul: Bab Ghazwah Para Wanita Dan Berperangnya Mereka Bersama Para Wanita.
Hal ini karena di dalam hadits-hadits yang beliau nukil dalam bab tersebut, tidak ada sesuatu yang menunjukkan kepada keterlibatan para wanita bersama pria dalam berperang.
Ibnu Hajar berkata, “Saya tidak melihat sesuatu dari hal itu (yaitu hadits-hadits yang menjelaskan tema ini) yang menerangkan secara gamblang bahwa para wanita tersebut telah berperang.” [lihat Fathul Bari: 6/51]
Adapun hukum yang telah disebutkan oleh para fuqaha tentang keluarnya para wanita untuk berperang, hal itu adalah ketika musuh telah menginvasi sebuah negeri kaum Muslimin maka wajib atas seluruh penduduknya untuk keluar memerangi musuh termasuk para wanita jika kita melihat pada diri mereka ada semangat pembelaan dan keberanian. Namun bila tidak ada, maka tidak disyariatkan. [Lihat: Mughni Al-Muhtaj: 4/219]
- Haramnya membunuh para wanita, anak-anak dan para budak dalam jihad.
- Hukum salab orang yang dibunuh dalam perang.
Sesungguhnya Nabi ﷺ telah mengumumkan dalam perang ini bahwa siapa saja yang membunuh seorang musuh maka baginya salab-nya (pakaian, senjata dan kendaraannya atau apa saja yang dibawa tentara musuh yang dia bunuh tersebut, pent).
- Jihad bukan merupakan kedengkian terhadap orang-orang kafir.
Hal ini ditunjukkan oleh kisah dalam perang Hunain bahwa sebagian sahabat berkata kepada Rasulullah ﷺ saat pulang dari mengepung Thaif, “Berdoalah agar Bani Tsaqif binasa.” Maka Rasulullah ﷺ bersabda, “Ya Allah, berilah petunjuk kepada Tsaqif dan sampaikanlah petunjuk kepada mereka.“
Ini berarti jihad hanyalah pelaksanakan tugas amar makruf dan nahyi mungkar.
Tugas ini merupakan tanggung jawab seluruh orang satu sama lain untuk membebaskan diri mereka sendiri dari azab yang kekal pada hari kiamat.
- Pasukan Mujahidin mendapatkan harta ghanimah hanya setelah sang imam atau pemimpin telah membagikannya.
Sesungguhnya Rasulullah ﷺ bersabda kepada utusan suku Hawazin yang datang kepada beliau dalam keadaan sebagai kaum Muslimin : “Sungguh aku menunda pembagian ghanimah karena berharap keislaman kalian.”
Hal ini menunjukkan bahwa para tentara hanyalah memiliki ghanimah setelah pembagian sang pemimpin betapa pun lama waktunya. Sebelum pembagian, maka ghanimah dianggap bukan milik para tentara yang berperang.
- Kebijakan Islam terhadap orang yang muallaf.
Nabi ﷺ telah memberikan pengkhususan kepada penduduk Makah yang telah masuk Islam saat Fathu Makkah dengan ghanimah yang lebih banyak dibanding yang lainnya dan tidak mempertimbangkan kaidah pembagian yang sama di antara para pasukan perang dalam pembagian ghanimah Hunain ini.
Perbuatan Nabi ﷺ ini merupakan dalil paling penting yang dijadikan dalil oleh para imam dan fuqaha bahwa seorang pemimpin dibolehkan untuk memberikan pemberian yang lebih kepada orang-orang yang baru saja masuk Islam untuk dilunakkan hatinya sesuai dengan kadar tuntutan maslahat melunakkan hati mereka.
Bahkan bisa menjadi wajib bila maslahat menuntut hal tersebut. Dan tidak ada larangan bila pemberian ini berasal dari ghanimah.
- Keutamaan kaum Anshar dan sejauh mana kecintaan Rasulullah ﷺ kepada mereka.
Hal ini terlihat dari pidato Rasulullah ﷺ saat memberikan penjelasan mengapa beliau ﷺ memberikan ghanimah dalam jumlah banyak kepada kaum Quraisy yang baru saja masuk Islam, yang mereka itu memang suku asal dari Nabi Muhammad ﷺ sementara kaum Anshar sendiri tidak diberikan sebagaimana mereka.
Di penghujung pidato tersebut Rasulullah ﷺ bersabda, “Demi yang jiwa Muhammad di Tangan-Nya, kalau bukan karena hijrah, tentulah aku termasuk salah seorang dari Anshar. Seandainya manusia menempuh satu lembah, dan orang-orang Anshar melewati lembah lain, pastilah aku ikut melewati lembah yang dilalui orang-orang Anshar. Ya Allah, rahmatilah orang-orang Anshar, anak-anak kaum Anshar, dan cucu-cucu kaum Anshar.” [Hadits riwayat Ahmad dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu]
Kapan Terjadinya Perang Hunain?
Mengenai waktu terjadinya perang Hunain, para ahli sejarah peperangan dalam Islam (Ahlul Maghazi) berkata, “Rasulullah ﷺ keluar menuju Hunain pada tanggal 5 Syawal 8 Hijriyah.
Ibnu Ishaq menjelaskan demikian di dalam Al-Maghazi. Demikian pula diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud. Urwah bin Az-Zubair juga berpendapat demikian. Imam Ahmad memilih pendapat ini demikian pula Ibnu Jarir dalam Tarikhnya.
Ada yang berpendapat bahwa keluarnya pada 2 malam terakhir bulan Ramadhan. Sebagian ulama menyatukan berbagai pendapat tersebut dengan menyatakan bahwa permulaan keluarnya di akhir Ramadhan, berjalan pada tanggal 6 Syawal dan sampainya ke Hunain pada tanggal 10 Syawal 8 H. Demikian pendapat Al-Waqidi. [Fathul Bari: 8/27; Sirah Ibnu Katsir: 3/610][viii]
Baca juga: Keutamaan Kota Madinah Munawaroh
Tanya jawab seputar Perang Hunain
Berikut beberapa pertanyaan seputar perang hunain yang coba kami jawab:
– Surat apa yang menyebutkan Perang Hunain dalam Al Qur’an?
Perang Hunain diabadikan di Al Qur’an Surat At-Taubah ayat 25-26.
Demikian pejelasan ringkas tentang perang Hunain dan hikmah serta pelajaran yang ada di dalamnya. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.
Bila ada kebenaran dalam tulisan ini maka itu dari rahmat Allah Ta’ala semata. Dan bila ada kesalahan dan kekeliruan maka itu dari kami dan dari setan. Allah dan Rasul-Nya berlepas diri darinya.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala berkenan mengampuni kesalahan kami dan kaum Muslimin.
[i] Kelengkapan Tarikh Rasulullah ﷺ, Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah, Pustaka Al-Kautsar, hal. 328.
[ii] Seleksi Sirah Nabawiyah-Studi Kritis Muhadditsin Terhadap Riwayat Dha’if, Dr. Akram Dhiya’ Al-‘Umuri, Pustaka Darul Falah, Jakarta, hal. 541-542.
[iii] As-Sirah An-Nabawiyah -Durus wa ‘Ibar – Dr. Mushthafa As-Siba’i, Al-Maktab Al-Islami, Beirut, Cetakan ke delapan, 1405 H / 1985 M. Hal. 102.
[iv] Ibid.
[v] Seleksi Sirah Nabawiyah-Studi Kritis Muhadditsin Terhadap Riwayat Dha’if, Dr. Akram Dhiya’ Al-‘Umuri, Pustaka Darul Falah, Jakarta, hal. 555-558 dengan diringkas.
[vi] Ibid, hal. 553.
[vii] Fiqhus sirah an Nabawiyah ma’a Mujaz Li tarikh Al-Khulafa Ar-Rasyidah, Dr. Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthi, Darul Fikri, Damaskus, Suriah, Cetakan ke 10, 1411 H / 1991 M, hal. 424-431. Dengan diringkas.
[viii] Shahih As-Sirah an-Nabawiyyah, Syaikh Ibrahim Al-‘Ali, Darun Nafais, Yordania, cetakan pertama, 1415 H/ 1995 M, hal. 431.
Incoming search terms:
- https://pusatjamdigital com/ghazwah-sariyah/hunain/ (1)