Perang Bani Quraizhah adalah perang antara kaum Muslimin melawan kabilah Yahudi Bani Quraizhah. Sebab utama perang Bani Quraizhah adalah pengkhianatan mereka terhadap perjanjian yang dibuat antara mereka dengan kaum Muslimin. Mereka tidak boleh membantu musuh kaum Muslimin dalam memerangi kaum Muslimin.
Dan ternyata mereka memanfaatkan momentum perang Ahzab untuk menusuk kaum Muslimin dari belakang. Namun upaya mereka gagal total dan justru mengalami kekalahan besar yang sangat tragis.
Dalam perang Bani Quraizhah ini terdapat banyak pelajaran penting bagi kaum Muslimin. Tulisan ini akan mengupas persoalan tersebut dan yang lainnnya.
Siapa Bani Quraizhah?
Bani Quraizhah adalah salah satu kabilah Yahudi yang tinggal di Yatsrib. Selain Bani Quraizhah, ada kabilah Yahudi lain yang tinggal di Yatsrib sebelum kedatangan Islam, yaitu Bani Nadhir dan Bani Qainuqa’.
Mengenai karakter dari kabilah Yahudi Bani Quraizhah ini, Imam Ibnul Qayyim Al-jauziyyah rahimahullah berkata,” Adapun Bani Quraizhah adalah Yahudi yang sangat besar permusuhannya kepada Rasulullah ﷺ dan orang kafir yang paling kasar perilakunya. Oleh karena itu, mereka dihukum tidak seperti saudara-saudara mereka.” [Zaadul Ma’ad, 3/129][i]
Kapan Terjadinya Perang Bani Quraizhah?
Pertempuran Bani Quraizhah terjadi pada akhir bulan Dzulqa’dah dan awal bulan Dzulhijjah tahun ke-5 Hijriyah, yakni setelah Pertempuran Khandaq yang terjadi pada bulan Syawwal tahun ke-5 Hijriyah menurut pendapat Qatadah, Urwah bin Zubair, Ibnu Ishak, dan Abdurrazaq.[ii]
Sebab Terjadinya Perang Bani Quraizhah
Latar belakang terjadinya perang dengan orang-orang Bani Quraizhah ialah ketika Rasulullah ﷺ yang saat itu masih punya ikatan perjaniian damai dengan mereka berangkat ke perang Khandaq, pada saat yang sama Huyyai bin Akhtab menemui salah satu suku kaum yahudi itu di kampung halamannya.
Huyyai bin Akhtab terus membujuk dengan berbagai janji yang menggiurkan, sehingga akhirnya ia bersedia. Tetapi dengan syarat ia minta jaminan diantarkan kembali ke dalam benteng per tahanannya dengan selamat, dan juga memperoleh hak-haknya sebagaimana anggota pasukan sekutu lainnya.
Permintaannya ini disanggupi oleh Huyyai. Praktis semenjak saat itu mereka memutuskan secara sepihak perjanjian damai dengan Rasulullah ﷺ . Bahkan secara terang-terangan mereka menghujat beliau.[iii]
Disebutkan dalam sebuah riwayat yang shahih bahwa Nabi ﷺ mengutus Zubair bin Al-Awwam radhiyallahu ‘anhu untuk mencari informasi tentang mereka. Kemudian, beliau juga mengutus Sa’ad bin Mu’adz dan Sa’ad bin Ubadah yang ditemani Abdullah bin Rawahah dan Khawwat bin Jubair untuk menyelidiki kebenaran berita yang tersiar mengenai pengkhianatan Bani Quraizhah.[iv]
Nabi ﷺ berkata kepada mereka,”Pergilah dan lihatlah apakah kabar yang telah sampai kepada kita itu benar atau tidak mengenai suku itu. Jika benar, maka sampaikan kepadaku dengan ungkapan yang aku ketahui tanpa diketahui yang lain. Jika mereka masih setia dengan pernjanjian antara kita dengan mereka, maka umumkanlah di depan orang banyak.”
Mereka kemudian berangkat dan mendatangi Bani Quraizah. Mereka mendapati Yahudi Bani Quraizhah telah merusak perjanjian. Maka mereka kembali dan setelah bertemu Nabi ﷺ mereka mengucapkan salam dan berkata,” ’Adhal wal Qarah.” Nabi memahami maksud ungkapan tersebut. (note: ‘adhal wa al-Qarah adalah dua kabilah dari Hudzail yang berkhianat kepada Nabi Muhammad ﷺ, pent).[v]
Sejarah Singkat Perang Bani Quraizhah
Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Rasulullah ﷺ ketika kembali dari perang Khandaq dan meletakkan senjata lalu mandi, Jibril mendatanginya sementara kepalanya dipenuhi dengan debu.
Dia berkata,”Kamu sudah meletakkan senjata. Demi Allah, aku belum meletakkan senjata.” Nabi ﷺ bertanya,”Terus kemana?” Jibril menjawab,”Ke sini dan mengisyaratkan ke arah Bani Quraizhah.” Lantas Rasulullah ﷺ keluar menuju bani Quraizhah.
Rasulullah ﷺ memerintahkan kepada seseorang untuk mengumumkan kepada seluruh pasukan agar mereka jangan shalat Ashar kecuali di Bani Quraizhah. Kemudian pasukan berangkat. Ali radhiyallahu ‘anhu yang membawa panji perang. Pasukan Muslimin yang terkumpul sebanyak 3 ribu tentara. 36 di antaranya pasukan berkuda.
Setelah sampai di dekat Bani Quraizhah, kaum Muslimin melakukan pengepungan selama 25 malam. Setelah mereka merasa kewalahan akhirnya mereka meminta keputusan hukum dari Rasulullah ﷺ.
Yang menjadi pengambil keputusan hukum adalah Sa’ad bin Mu’adz, pimpinan suku Aus. Dahulu suku Aus merupakan sekutu dekat Bani Quraizhah. Akhirnya Sa’ad bin Mu’adz memutuskan untuk membunuh seluruh tentara mereka, para wanita dan anak-anak mereka ditawan dan harta mereka dibagi-bagi.
Kemudian Rasulullah ﷺ melaksanakan keputusan tersebut. Dengan demikian tamatlah konspirasi dan makar jahat mereka terhadap Rasulullah ﷺ dan dakwahnya secara tuntas di Madinah dan sekelilingnya.
Dalam perang ini turun ayat-ayat al-Quranul Karim yang menjelaskan pengkhianatan orang-orang Yahudin ini:
وَإِذْ قَالَتْ طَائِفَةٌ مِنْهُمْ يَا أَهْلَ يَثْرِبَ لَا مُقَامَ لَكُمْ فَارْجِعُوا ۚ وَيَسْتَأْذِنُ فَرِيقٌ مِنْهُمُ النَّبِيَّ يَقُولُونَ إِنَّ بُيُوتَنَا عَوْرَةٌ وَمَا هِيَ بِعَوْرَةٍ ۖ إِنْ يُرِيدُونَ إِلَّا فِرَارًا
وَلَوْ دُخِلَتْ عَلَيْهِمْ مِنْ أَقْطَارِهَا ثُمَّ سُئِلُوا الْفِتْنَةَ لَآتَوْهَا وَمَا تَلَبَّثُوا بِهَا إِلَّا يَسِيرًا
وَلَقَدْ كَانُوا عَاهَدُوا اللَّهَ مِنْ قَبْلُ لَا يُوَلُّونَ الْأَدْبَارَ ۚ وَكَانَ عَهْدُ اللَّهِ مَسْئُولًا
قُلْ لَنْ يَنْفَعَكُمُ الْفِرَارُ إِنْ فَرَرْتُمْ مِنَ الْمَوْتِ أَوِ الْقَتْلِ وَإِذًا لَا تُمَتَّعُونَ إِلَّا قَلِيلًا
Dan (ingatlah) ketika segolongan di antara mreka berkata: “Hai penduduk Yatsrib (Madinah), tidak ada tempat bagimu, maka kembalilah kamu”. Dan sebahagian dari mereka minta izin kepada Nabi (untuk kembali pulang) dengan berkata: “Sesungguhnya rumah-rumah kami terbuka (tidak ada penjaga)”. Dan rumah-rumah itu sekali-kali tidak terbuka, mereka tidak lain hanya hendak lari.
Kalau (Yatsrib) diserang dari segala penjuru, kemudian diminta kepada mereka supaya murtad, niscaya mereka mengerjakannya; dan mereka tiada akan bertangguh untuk murtad itu melainkan dalam waktu yang singkat.
Dan sesungguhnya mereka sebelum itu telah berjanji kepada Allah: “Mereka tidak akan berbalik ke belakang (mundur)”. Dan adalah perjanjian dengan Allah akan diminta pertanggungan jawabnya.
Katakanlah: “Lari itu sekali-kali tidaklah berguna bagimu, jika kamu melarikan diri dari kematian atau pembunuhan, dan jika (kamu terhindar dari kematian) kamu tidak juga akan mengecap kesenangan kecuali sebentar saja”. [Al-Ahzab: 13-16 ]
dan Allah juga berfirman:
وَأَنْزَلَ الَّذِينَ ظَاهَرُوهُمْ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ مِنْ صَيَاصِيهِمْ وَقَذَفَ فِي قُلُوبِهِمُ الرُّعْبَ فَرِيقًا تَقْتُلُونَ وَتَأْسِرُونَ فَرِيقًا وَأَوْرَثَكُمْ أَرْضَهُمْ وَدِيَارَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ وَأَرْضًا لَمْ تَطَئُوهَا ۚ وَكَانَ اللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرًا
Dan Dia menurunkan orang-orang Ahli Kitab (Bani Quraizhah) yang membantu golongan-golongan yang bersekutu dari benteng-benteng mereka, dan Dia memesukkan rasa takut ke dalam hati mereka. Sebahagian mereka kamu bunuh dan sebahagian yang lain kamu tawan.
Dan Dia mewariskan kepada kamu tanah-tanah, rumah-rumah dan harta benda mereka, dan (begitu pula) tanah yang belum kamu injak. Dan adalah Allah Maha Kuasa terhadap segala sesuatu. [Al-Ahzab: 26-27][vi]
Pelajaran Hikmah Perang Bani Quraizhah
Ada banyak hikmah dalam perang Bani Quraizhah ini, di antaranya adalah sebagai berikut:[vii]
- Bergegasnya shahabat untuk melaksanakan perintah Rasulullah ﷺ sekalipun mereka masih merasa letih dan lelah dari Perang Ahzab. Ketika mereka baru saja tiba di Madinah, mereka mendengar seruan Rasulullah yang berbunyi,”Tidak ada seorang pun yang shalat Ashar kecuali di Bani Quraizhah.”
Mereka pun langsung menyambut seruan itu dengan segera sebagai bentuk ketaatan mereka kepada beliau. Begitulah seharusnya sikap seorang muslim, yakni melaksanakan setiap perintah, bahkan harus bersegera melaksanakannya sekalipun berat.
Tidak ada lagi kata nanti atau menunda atau hidup hanya dengan angan-angan. Setiap muslim yang mendengar perintah atau larangan Allah dan Rasul-Nya, maka segera ia melaksanakannya sebagai bentuk ketaatannya kepada Allah dan Rasul-Nya.
- Shahabat yang pergi menuju ke Bani Quraizhah dan mendapatkan waktu shalat dan ada di antara mereka yang mengerjakannya, sedangkan sebagian yang lain tetap berpegang pada perintah Rasulullah ﷺ, yaitu dengan tidak mengerjakan shalat hingga sampai di Bani Quaizhah.
Mereka telah melakukan ijtihad dalam memahami nash syar’i. Apabila seorang mujthaid melakukan ijtihad, jika benar ia akan mendapatkan dua pahala dan jika salah, ia hanya mendapatkan satu pahala.
- Para shahabat yang melakukan ijtihad dalam hukum syar’i dan terjadi perbedaan, Rasulullah ﷺ tidak menyalahkan satu pun di antara mereka. Selain itu, perbedaan tersebut tidak memicu permusuhan, perpecahan, dan perdebatan yang sengit di antara mereka. Karena, perbedaan adalah sesuatu yang wajar dalam masalah fiqih. Perbedaan boleh saja terjadi, yang penting tidak menimbulkan permusuhan dan kebencian.
Perbedaan yang tercela adalah perbedaan yang timbul dari ijtihad terhadap nash atau teks syariat yang tidak direkomendasikan untuk diijtihadkan seperti masalah akidah atau nash yang telah qath’i.
- Sebagian ulama menjadikan perbuatan shahabat sebagai dalil, jika dilihat bahwa kebenaran itu beragam.
Maksud ungkapan ini adalah apabila yang dimaksud dengan kebenaran adalah lawan dari kebatilan, sesungguhnya kebenaran itu tidak mungkin beragam. Kebenaran hanya satu. Namun, apabila yang dimaksud dengan kebenaran adalah dalam pandangan syariat yaitu sesuatu yang dibenarkan oleh syariat, maka kebenaran dalam makna memang beragam.
Kita harus membedakan antara kebenaran sebagai esensi dengan kebenaran yang dianggap benar oleh syariat dan mendapatkan pahala bagi yang melakukannya.
- Sikap Abu Lubabah yang ditugaskan ke Bani Quraizhah untuk bermusyawarah, ketika beliau sampai dan menanyakan keadaan mereka, beliau mengatakan bahwa mereka akan mendapatkan hukuman dari Rasulullah ﷺ berupa pembunuhan.
Beliau menyadari bahwa ini adalah pengkhianatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Maka ia pun pergi mengikat dirinya pada sebuah tiang mesjid hingga turun ayat yang menerima taubatnya.
Dari sini kita dapat mengambil pelajaran betapa pentingnya nasihat Allah, Rasul-Nya, kitab-Nya, para pemimpin kaum muslimin, dan masyarakat umum dalam bentuk tidak melakukan pengkhianatan. Baik berkhianat kepada Allah – Rasul-Nya, kitab-Nya, para pemimpin maupun kepada masyarakat umum.
- Dari kisah tersebut juga kita dapat mengambil pelajaran pentingnya bergegas dalam bertaubat langsung setelah berbuat dosa. Sesungguhnya anak keturunan Adam pasti berdosa dan sebaik-baiknya para pelaku dosa adalah yang bertaubat.
- Dari kisah tersebut, kita dapat juga mengambil pelajaran pentingnya menjauh dari tempat-tempat maksiat. Karena Abu Lubabah menjadikan taubatnya untuk tidak kembali lagi ke perkampungan Bani Quraizhah dan hal ini sangat berarti untuk yang bertaubat. Sesungguhnya orang yang bertaubat dari maksiat seyogianya menjauh dari tempat-tempat maksiat tersebut dan tidak bergaul lagi dengan pendukung maksiat.
Hal ini menunjukkan kesungguhan taubatnya dan tekadnya untuk tidak kembali melakukan dosa dan maksiat untuk yang kedua kalinya. Lebih-lebih mereka yang melakukan maksiat karena pergaulannya kepada orang-orang jahat. Bukti dari kesungguhan taubatnya adalah tidak bergaul lagi dengan mereka.
- Selain itu, dari kisah Abu Lubabah, kita melihat juga betapa kuat imannya dan betapa sensitif hatinya sehingga ia menyadari akan kesalahannya dan menyesal sebelum bergerak dari posisinya. Begitulah orang-orang yang bertakwa apabila tergoda oleh setan mereka segera sadar dan bertaubat kembali ke jalan Allah dengan segera.
- Berdasarkan kisahnya, kita juga melihat kesungguhannya dalam bertaubat dan betapa dalamnya penyesalannya serta keseriusannya untuk menebus kesalahannya dengan mengikat diri di salah satu tiang masjid dalam beberapa hari hingga turun ayat yang menerima taubatnya dari Allah.
- Sabda Rasulullah ﷺ saat Sa’ad bin Mu’adz datang, ”Berdirilah untuk pemimpin kalian.” Hal ini menunjukkan tentang menghormati orang yang memiliki kedudukan dan orang tua. Baik tua karena usianya maupun karena ilmu dan kekuasaannya. Artinya disyariatkan berdiri dalam rangka menghormati dan memuliakan mereka.
- Mungkin kita menilai betapa kerasnya keputusan Sa’ad bin Mu’adz terhadap Bani Quraizhah. Agar persoalannya menjadi jelas tentang siapa sebenarnya Bani Quraizhah itu dan betapa adilnya keputusan tersebut, kami ingin menunjukkan beberapa hal:
- Ibnul Qayyim berkata,”Adapun Bani Quraizhah adalah Yahudi yang sangat besar permusuhannya kepada Rasulullah ﷺ dan orang kafir yang paling kasar perilakunya. Oleh karena itu, mereka dihukum tidak seperti saudara-saudara mereka.”
- Kita perlu membayangkan apa yang akan dilakukan oleh Yahudi tersebut seandainya pasukan gabungan berhasil memerangi Madinah? Apa yang akan dilakukan Bani Quraizhah seandainya mereka berhasil menyerang kaum muslimin terhadap para wanita dan anak-anak?
Bagaimana bencana yang ditimbulkan? Pasti bencana dahsyat akan menimpa para wanita dan anak-anak. Karena kaum laki-lakinya berada di barisan depan menghadapi pasukan gabungan. Itulah bentuk pengkhianatan besar yang dilakukan Bani Quraizhah sehingga mereka berhak mendapatkan hukuman yang seperti itu.
- Sesungguhnya Bani Quraizhah juga memerangi kaum muslimin hingga berakhirnya strategi mereka bukan hanya membatalkan perjanjian. Mereka membawa senjata dan membantu pasukan gabungan dengan berbagai bantuan dan ikut memerangi kaum muslimin hingga Rasulullah ﷺ menjatuhkan hukumannya.
- Sesungguhnya Bani Quraizhah juga merupakan penduduk Madinah seperti halnya kaum Muslimin. Mereka semua adalah satu bangsa yang berjanji akan membela tanah air dari orang-orang yang akan menyerangnya.
Namun, ketika musuh datang menyerang, mereka, Bani Quraizhah yang merupakan penduduk Madinah, justru bekerja sama untuk melawan kaum muslimin. Mereka sedikitnya melakukan tiga kesalahan:
- Melakukan kontak kepada musuh dan membocorkan informasi penting tentang Madinah dan keadaan penduduknya.
- Membantu musuh dengan berbagai bantuan, baik materi maupun nonmateri.
- Mereka telah menyiapkan senjata untuk melawan tentara Madinah, menyatakan pembatalan perjanjian secara sepihak serta siap untuk untuk melakukan penyerbuan terhadap kaum muslimin dari arah belakang pada saat yang sangat genting.
Berdasarkan penjelasan di atas, tidaklah aneh kalau kemudian Sa’ad bin Mu’adz menjatuhkan hukum seperti itu dan mendapatkan dukungan dari Rasulullah ﷺ dengan menerapkan keputusan tersebut. Itulah bentuk kejahatan terhadap masyarakat Islam secara keseluruhan, bahkan terhadap Rasulullah dan ini semua adalah kesalahan besar.
- Hukuman yang dijatuhkan Sa’ad adalah hukuman yang juga sesuai dengan kitab suci mereka.
Muhammad Abu Syuhbah memberi komentar tentang keputusan Sa’ad, “Keputusan itu adalah keputusan yang sesuai dengan kitab suci mereka ‘Perjanjian Lama’ tentang hukuman bagi musuh yang menyerang.
Dalam pengembaraan kedua, Ishah 13 paragraf 13 dan 14 berbunyi,”Apabila Tuhanmu menyerahkan keputusannya kepadamu, maka penggallah dengan pedang semua kaum laki-laki. Sedangkan kaum perempuan, anak-anak, hewan ternak, dan semua yang ada di kota adalah rampasan perang untukmu dan kamu boleh memakannya atas apa yang yang diberikan Tuhanmu.”
Oleh sebab itu, apa yang diputuskan oleh Sa’ad tidak keluar dari hukum Taurat. Sebab, mereka bukan hanya sekadar musuh, tetapi juga pengkhianat dan tidak menepati janji.
Hukuman & Sanksi Yang Dijatuhkan Bagi Bani Quraizhah
Hukuman dan saksi yang dijatuhkan kepada Bani Quraizhah adalah pasukan mereka harus dibunuh, kaum wanitanya dan budak-budaknya dijadikan tawanan, dan harta mereka dibagi-bagikan.[viii]
Yang mengambil keputusan ini adalah Sa’ad bin Muadz yang merupakan pemimpin Suku Aus yang di masa jahiliyah dulu merupakan sekutu dekat Bani Quraizhah. Bani Quraizhah sendiri menyetujui usulan bahwa pengambil keputusan hukum masalah pelanggaran mereka adalah Sa’ad bin Mu’adz dengan harapan mereka akan dikasihani.
Namun ternyata tidak demikian. Rasulullah ﷺ memuji keputusan Sa’ad bin Muadz radhiyallahu ‘anhu sebagai keputusan yang sesuai dengan hukum Allah.
Tanya Jawab:
Berikut ini beberapa pertanyaan yang sering dicari jawabannya yang benar oleh sebagian kalangan:
- Sebab Penamaan perang Bani Quraizhah?
Perang ini dinamakan dengan Ghazwah Bani Quraizhah atau perang Bani Quraizhah karena dalam perang ini lawan yang dihadapi oleh kaum Muslimin adalah orang-orang Yahudi dari Bani Quraizhah yang ada di sebelah selatan kota Madinah.
- Berapa lama perang bani quraizhah berlangsung?
Imam Ahmad meriwayatkan sebuah hadits panjang dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan,”Rasulullah ﷺ mendatangi Bani Quraizhah dan mengepung mereka selama 25 malam.”[ix]
- Perang Bani Quraizhah terjadi setelah perang?
Perang Bani Quraizhah terjadi setelah perang Ahzab atau perang Khandaq sebagaimana disebutkan dalam riwayat Imam al-Bukhari dalam hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Rasulullah ﷺ ketika kembali dari perang Khandaq dan meletakkan senjata lalu mandi, Jibril mendatanginya sementara kepalanya dipenuhi dengan debu.
Dia berkata,”Kamu sudah meletakkan senjata. Demi Allah, aku belum meletakkan senjata.” Nabi ﷺ bertanya,”Terus kemana?” Jibril menjawab,”Ke sini dan mengisyaratkan ke arah Bani Quraizhah.” Lantas Rasulullah ﷺ keluar menuju bani Quraizhah.
Demikian pembahasan tentang pelajaran-pelajaran yang terkandung dalam perang Bani Quraizhah pada tahun 5 H. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.
[i] Fikih Sirah, Mendulang Hikmah dari Sejarah Kehidupan Rasulullah ﷺ , Darus Sunnah, Hal. 457.
[ii] Seleksi Sirah Nabawiyah, Studi Kritis Muhaditsin terhadap Riwayat Dha’if, Dr. Akram Dhiya’ Al-‘Umuri, Pustaka Darul Falah, hal. 329.
[iii] Kelengkapan Tarikh Rasulullah ﷺ, Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah, Pustaka Al-Kautsar, hal. 188 secara ringkas.
[iv] Seleksi Sirah Nabawiyah, Studi Kritis Muhaditsin terhadap Riwayat Dha’if, Dr. Akram Dhiya’ Al-‘Umuri, Pustaka Darul Falah, hal. 330-331.
[v] As-Sirah An-Nabawiyah, ‘Ardhu Waqai’ wa Tahlilu Ahdats, Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi, Darul Ma’rifah, Beirut – Lebanon, cetakan ke 7, 1429 H / 2008 M, hal. 599.
[vi] As-Sirah An-Nabawiyah -Durus wa ‘Ibar – Dr. Mushthafa As-Siba’i, Al-Maktab Al-Islami, Beirut, Cetakan ke delapan, 1405 H / 1985 M. Hal. 91-92.
[vii] Fikih Sirah, Mendulang Hikmah dari Sejarah Kehidupan Rasulullah ﷺ , Darus Sunnah, Hal. 452- 458 secara ringkas.
[viii] Seleksi Sirah Nabawiyah, Studi Kritis Muhaditsin terhadap Riwayat Dha’if, Dr. Akram Dhiya’ Al-‘Umuri, Pustaka Darul Falah, hal. 333.
[ix] Shahih as-Sirah An-nabawiyah, Syaikh Ibrahim Al-Ali, Darun Nafais, Yordania, cetakan pertama, 1415 H / 1995 M. Hal. 283.
Incoming search terms:
- hikmah perang bani quraizhah (1)
- https://pusatjamdigital com/ghazwah-sariyah/bani-quraizhah/ (1)